Koalisi masyarakat sipil Sumsel kawal penyelamatan SDA

id walhi,aktivis,koalisi masyarakat sipil,sda,sumber daya alam,kpk,penyelamatan sda,pemprov,rakor pemda dan kpk

Koalisi masyarakat sipil Sumsel kawal penyelamatan SDA

Arsip - Helikopter MI-8 milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melakukan pemadaman kebakaran lahan di Ogan Ilir, Sumsel, Kamis (17/8). (ANTARA News Sumsel/Nova Wahyudi)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Aktivis Walhi, Hutan Kita Institut, dan Pillar Nusantara yang tergabung dalam Koalisasi Masyarakat Sipil Sumatera Selatan berupaya mengawal penyelamatan sumberdaya alam yang tengah diupayakan KPK bersama pemerintah provinsi setempat.

"Rapat koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi sektor sumberdaya alam (SDA) pada 2-4 April 2018 antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Pemprov Sumsel diharapkan berjalan sesuai harapan dan menjadi titik tolak penyelamatan SDA di provinsi ini," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel Hairul Sobri didampingi Direktur Hutan Kita Institut (HaKI) Aidil Fitri, dan Direktur Pilar Nusantara (Pinus) Sumsel, Rabin Ibnu Zainal ketika memberikan keterangan pers terkait rakor tersebut di Palembang, Selasa.

Menurut Hairul, sektor kehutanan, pertambangan, perkebunan dan kelautan harus menjadi sumberdaya yang mensejahterakan masyarakat, bukan menjadi ladang bagi para rente pengeksploitasi SDA yang marak selama ini.

Pemberian izin secara masif oleh pemerintah daerah baik di kabupaten maupun provinsi tanpa memperhatikan apakah perusahaan itu patuh dan tidak melanggar aturan, menyebabkan kerusakan SDA, serta bencana seperti kabut asap dan banjir yang terjadi selama dua dekade terakhir, katanya.

Dia menjelaskan, pada 2015 bencana kebakaran hutan terjadi secara masif di provinsi yang memiliki 17 kabupaten dan kota ini yang sebagian besar berada di wilayah izin perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI).

Dalam catatan Koalisi Masyarakat Sipil Sumsel secara keseluruhan terdapat 837.520 hektare lahan dan hutan terbakar, dari jumlah itu sekitar 54 persen atau 427.181 ha berada di kawasan gambut yang dikeringkan untuk kepentingan industri berskala besar seperti perkebunan sawit dan HTI.

Selain menimbulkan bencana lingkungan, kedua sektor tersebut juga memicu terjadinya konflik lahan dengan masyarakat yang memerlukan perhatian dalam pembahasan rapat koordinasi KPK dengan Pemprov Sumsel saat ini.

Khusus sektor HTI, hingga 2017 teridentifikasi 109 konflik lahan dengan masyarakat, dari jumlah itu sekitar 50 persennya merupakan konflik yang sudah kasat mata, sementara sisanya adalah wilayah-wilayah yang sangat rentan untuk terjadi konflik.

Permasalahan itu diharapkan bisa segera diatasi, untuk itu pihaknya akan melakukan pengawalan dan berpartisipasi aktif dalam upaya penyelamatan sumberdaya alam yang tengah dibahas KPK bersama Pemerintah Provinsi Sumsel, kata Hairul.