Aspal karet upaya dorong serapan dalam negeri

id aspal karet,karet,aspal,harga karet,petani karet,perkebunan,peremajaan karet

Aspal karet upaya dorong serapan dalam negeri

Arsip - Perbaikan jalan di Muba menggunakan aspal campuran karet (ANTARA News Sumsel/Ist)

....Kini, pemerintah fokus untuk meningkatkan serapan dalam negeri dalam berbagai proyek infrastruktur, salah satunya akan diwujudkan dalam penggunaan komoditas karet dalam campuran aspal....
Palembang  (ANTARA News Sumsel) - Harga karet hingga kini belum berada di titik ideal yakni di atas dua dolar AS per kilogram sejak anjlok pada 2013. Penurunan harga ini tak lain karena banjirnya stok di pasar global yang diperkirakan Gabungan Pengusaha Karet Indonesia mencapai 2,5 juta ton.

Beragam upaya dilakukan pemerintah, di antaranya mengajak negara-negara pengekspor karet untuk mengurangi pasokan pasar internasional. Namun, dialog antarnegara itu juga belum membuahkan hasil.

Kini, pemerintah fokus untuk meningkatkan serapan dalam negeri dalam berbagai proyek infrastruktur, salah satunya akan diwujudkan dalam penggunaan komoditas karet dalam campuran aspal.

Kepala Subdirektorat Standar dan Pedoman Direktorat Preservasi Ditjen Bina Marga Erwanto Wahyu Widayat mengatakan jalan sejauh 8,32 kilometer di Kabupaten Musi Rawas dan Kota Lahat di Sumatera Selatan akan menggunakan aspal karet.

Provinsi Sumatera Selatan menjadi prioritas utama pemerintah untuk penerapan aspal campuran karet alam ini karena menjadi salah satu daerah penghasil getah terbanyak di Indonesia yakni sekitar 1 juta ton per tahun.

Program yang menggunakan APBN Tahun Anggaran 2018 melalui Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum tersebut akan diterapkan di sejumlah jalan nasional di dua kabupaten tersebut.

"Kami membutuhkan sebanyak 21,7 ton karet alam cair (lateks) dalam pengerjaan aspal karet di dua kabupaten ini," kata dia.

Ia mengatakan proyek preservasi rehabilitasi jalan tersebut meliputi ruas jalan Muara Beliti ? Bts. Kabupaten Musi Rawas, Bts. Kabupaten Musi Rawas?Tebing Tinggi, Tebing Tinggi ? Jbt. Kikim Besar, Jbt. Kikim Besar ? Bts. Kota Lahat.

Erwanto mengatakan untuk memuluskan rencana ini pemerintah juga memastikan kualitas aspal karet melalui serangkaian uji coba baik di laboratorium maupun di lapangan.

"Di lapangan pun kalau sudah digelar harus dimonitor lagi paling tidak satu tahun setelah pembuatan, lebih bagus lagi dua tahun kalau bertahan artinya aspal itu bagus," kata dia.

Direktur Pusat Penelitian Karet Bogor Karyudi mengatakan lembaganya sudah menerapkan riset penggunaan karet pada aspal di tiga lokasi.

Lokasi uji coba pertama di Lido, sukabumi dengan jarak 2 kilometer, di Sawangan, Depok sejauh 600 meter dan di Karawang, Jawa Barat sejauh 500 meter.

"Sejauh ini hasil pengamatan kami, jalannya masih mulus. Seperti di Lido, bahkan dengan beban yang overload masih bisa bertahan meski sudah satu tahun," kata dia.

Berdasarkan riset ini diketahui bahwa kualitas jalan menjadi lebih baik sekitar 50-100 poin dibandingkan dengan jalan yang menggunakan aspal tanpa campuran karet.

Perbedaan hanya pada biaya pembuatan jalannya karena ada peningkatan 20 persen jika dibandingkan dengan jalan yang menggunakan aspal tanpa karet.

Artinya, jika dihitung-hitung diketahui tetap jauh lebih mengguntungkan karena jalan bisa bertahan lebih lama antara empat hingga delapan tahun.

Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Alex K Eddy mengatakan hingga kini serapan dalam negeri masih sangat rendah meski pada 2016 meningkat 9 persen dari tahun sebelumnya.

"Pada 2016 hanya terserap 601.890 ton karet alam dari total produksi 2,64 juta ton secara nasional. Jelas ini masih kurang karena Gapkindo berharap setidaknya tembus 1 juta ton," kata dia.

Ia mengatakan serapan karet alam dalam negeri ini dapat digunakan untuk campuran aspal, bantalan rel kereta api dan pintu air, serta pembangunan pelabuhan.

"Jika memang akan digunakan untuk proyek jalan, kami sangat mendukung sekali," kata dia.

Sementara itu Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian mengatakan penggunaan aspal karet oleh Ditjen Bina Marga tersebut diharapkan bisa memperbaiki harga di tingkat petani.

Rudi mengatakan penyerapan karet oleh pemerintah bisa mendongkrak pendapatan petani saat harga pasar dunia sedang turun akibat suplai yang berlimpah.

Data menunjukkan produksi karet Sumsel sendiri mencapai 1 juta ton per tahun. Provinsi itu merupakan salah satu daerah penghasil karet terbesar di Tanah Air.

Ia menyebutkan di Muba terdapat 250.000 hektare lahan karet, yangmana sebanyak 90 persen dimiliki oleh petani rakyat.

"Petani karet kami saat ini sangat menderita, sehingga membutuhkan langkah cepat dari pemerintah untuk mengatasinya," ujar dia.

Menurutnya, langkah efektif harus diambil untuk merespon penurunan harga karet ini, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek, pemerintah sebaiknya meningkatkan serapan dalam negeri, sementara untuk jangka panjang yakni membangun industri hilirisasi karet. Harga karet alam di Indonesia anjlok dalam beberapa tahun terakhir sehingga berpengaruh pada kesejahteraan petani. Penurunan harga ini dipengaruhi oleh banjirnya pasokan di pasaran internasional menyusul adanya negara pemain baru selain Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Saat ini, negara-negara seperti Vietnam, Laos dan Kamboja juga menjadi penjual karet.

Pasokan di pasaran internasional diketahui dalam keadaan kelebihan suplai 2,2 juta ton sehingga harga hanya berkisar 1,1-1,5 dolar AS/kg.

Sementara di tingkat petani rakyat berdasarkan data Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar di Desa Sukamaju, Kecamatan Babat Supat, Musi Banyuasin hanya dipatok Rp8.900/kg.
. Petani menyadap karet (ANTARA News Sumsel)
                     Masalah akut
Pada tahun 2011, harga karet melambung dengan mencapai lima dolar AS/kg seiring dengan tingginya pertumbuhan ekonomi di Tiongkok yang menembus angka 9,2 persen.

Pada masa itu, Sumsel membukukan nilai ekspor karet sebesar 3,868 miliar dolar AS, atau melonjak tajam dibandingkan 2010 yang hanya 1,904 miliar dolar AS, dan 2009 sebesar 1,110 miliar dolar AS.

Komoditas karet masih mendominasi ekspor sektor nonmigas di Sumatera Selatan seperti yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir meski diketahui harga di pasaran internasional sedang jatuh.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel Yos Rusdiansyah di Palembang, Senin, mengatakan, nilai ekspor nonmigas Sumatera Selatan pada periode Januari - Desember 2017 masih didominasi oleh komoditas karet yang mencapai nilai sebesar 2,06 miliar dolar AS, diikuti batubara sebesar 540,06 juta dolar AS dan minyak kelapa sawit dan fraksinya sebesar 181,90 juta dolar AS.

"Sebagai daerah penghasil karet, komoditas karet menjadi tumpuan ekspor nonmigas Sumsel sejak belasan tahun lalu," kata dia.

Ekspor nonmigas Sumsel itu sebagian besar dikirim ke tiga negara Tiongkok, Amerika Serikat dan Malaysia yang masih-masing mencapai 1,2 miliar dolar AS, 390,21 juta dolar AS dan 370,69 juta dolar AS.

"Peranan ketiga negara itu mencapai 48,84 persen dari total ekspor periode Januari - Desember 2017," ujar dia.

Sementara untuk ke negara lain, seperti ekspor ke Uni Eropa pada Januari - Desember 2017 mencapai 416,54 juta dolar AS.

Jika dibandingkan periode yang sama tahun 2016, ekspor ke Uni Eropa mengalami peningkatan sebesar 130,54 juta dolar AS. Begitu juga, ekspor ke ASEAN mencapai 821,60 juta dolar AS atau mengalami peningkatan sebesar 424 dolar AS jika dibandingkan periode yang sama tahun 2016.

Berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor Sumatra Selatan sepanjang tahun 2017 tercatat 4,01 miliar dolar AS atau meningkat hampir dua kali lipat atau 98,15 persen jika dibanding tahun sebelumnya yakni 2,02 miliar dolar AS.

Penopangnya adalah ekspor nonmigas mencapai 3,78 miliar dolar AS.

Sementara ekspor migas Sumsel belum mendominasi hanya 231,59 juta dolar AS meski peningkatannya mencapai 101,4 persen dibanding tahun 2016.

Terkait data bahwa komoditas karet sebagian besar dikirim ke luar negeri ini, Ketua Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Alex K Eddy mengatakan sudah saatnya serapan karet alam di dalam negeri itu ditingkatkan.

Menurutnya, banyaknya pasokan yang membanjiri pasar internasional telah membuat harga ideal tidak pernah terbentuk lagi sejak 2013 yakni dibawah 2 dolar AS per kg. Hingga kini serapan dalam negeri masih sangat rendah meski pada 2016 meningkat 9 persen dari tahun sebelumnya.

"Pada 2016 hanya terserap 601.890 ton karet alam dari total produksi 2,64 juta ton secara nasional. Jelas ini masih kurang karena Gapkindo berharap setidaknya tembus 1 juta ton," kata dia.

Ketidakberdayaan Sumsel menyediakan industri hilir ditenggarai menjadi penyebab utama mengapa sektor perkebunan karet tidak bisa menjamin kesejahteraan petani.

Sumsel yang menjadi salah satu provinsi penghasil getah terbanyak di Indonesia, selain Sumatera Utara, dan Jambi tidak dapat berbuat apa-apa ketika terjadi penurunan permintaan dari luar negeri.

Pemerintah daerah telah berupaya mengajak investor untuk menanamkan modal dengan membangun industri hilir. Namun investor mengurungkan niat lantaran Sumsel tidak memiliki pelabuhan untuk pintu perdagangan mengangkut barang ke pasar Eropa mengingat Pelabuhan Tanjung Api Api tidak kunjung terealisasi.

Pada keadaan lain, kata dia, perusahaan lokal yang telah berdiri di Sumsel pada era 80-an justru tidak lagi beroperasi lantaran mengalihankan bisnis ke sektor lain atau berpindah tempat produksi ke Jawa.

Kondisi tersebut makin diperparah iklim persaingan yang sedang berlangsung di pasar internasional. Produk olahan getah Sumsel mulai mendapatkan saingan baru, yakni dari Vietnam, Myanmar, dan Thailand dengan menawarkan produk berkualitas ekspor lebih baik.

Beragam cara sudah dilakukan untuk mendongkrak kenaikan harga karet, namun upaya itu belum membuahkan hasil.

Karena itu, Indonesia sebagai negara pengekspor harus mengubah cara pandang yakni bagaimana produk yang dihasilkan ini diserap sendiri di dalam negeri, dan bertekad membangun industri hilir. Serta yang tak kalah penting mewujudkan KEK TAA dan pelabuhan lautnya.