Telaah- Pemimpin bisanya bikin pusing rakyat ?

id kepala daerah,rakyat,pemimpin daerah,pemimpin pusat,gubernur,bupati,nkri,partai politik,berita sumsel,berita palembang,Prabowo Subianto,jokowi,politik

Telaah- Pemimpin bisanya bikin pusing rakyat ?

Ilustrasi (ANTARA News Sumsel/18)

....Bagaimanakan rakyat harus bereaksi menghadapi situasi semacam ini?....
Selain mendengar berita-berita penangkapan pemimpin di daerah yang disangkakan melakukan tindak pidana korupsi, maka selama beberapa hari terakhir ini rakyat melihat adanya beberapa pemimpin tingkat nasional yang mengeluarkan pernyataan yang membuat kening  berkerut-kerut.

Prabowo Subianto yang merupakan seorang letnan jenderal purnawirawan TNI Angkatan Darat yang kini menjadi Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra mengeluarkan pernyataan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa hancur atau tak ada lagi pada tahun 2030.

Putra ahli ekonomi terkemuka Indonesia almarhum Profesor Sumitro Djojohadikusumo mengatakan ramalan ini tertulis dalam sebuah novel fiksi yang merupakan  kajian intel-intel luar negeri. Tak lama setelah mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan itu, langsung banyak orang yang bereaksi keras dan mempertanyakan kenapa Prabowo sampai mengeluarkan pernyataan seperti itu.

Prabowo yang pernah menjadi anggota keluarga mantan presiden Soeharto itu kemudian berusaha memberikan penjelasan atau klarifikasi dengan mengemukakan bahwa ucapan itu dikeluarkan untuk meminta rakyat Indonesia agar bersikap waspada.

Sementara itu, Amien Rais yang dahulu disebut- sebut sebagai salah satu tokoh reformasi pada sekitar tahun 1998 menyatakan bahwa pemerintahan yang sekarang ini "mengibuli" rakyat. Ia berkata bahwa banyak tanah di sini sekarang telah dikuasai oleh pengusaha-pengusaha asing kelas kakap.

Yang menarik perhatian dari omongan Amien ini adalah dia memakai kata "mengibuli" yang sama sekali tidak berbeda artinya dengan kata berbohong atas berdusta ataupun berbohong".

Mendengar atau mengomentari pernyataan Amien tersebut, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa setiap warga Indonesia bisa saja mengeluarkan kritikan terhadap jalannya pemerintah yang sekarang sedang dia komandoi bersama Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla. Bahkan Jokowi sangat mengharapkan agar sebaiknya tidak hanya kritik yang dilontarkan tapi juga memberikan jalan keluar.

Bagaimanakan rakyat harus bereaksi menghadapi situasi semacam ini?

Rakyat Indonesia yang jumlahnya sekitar 260 juta jiwa itu sebenarnya amat sadar bahwa hiruk-pikuk di bidang politik ini hampir sama sekali tidak bisa dilepaskan dari peristiwa bersejarah yang akan terjadi pada tanggal 27 Juni 2018. Saat itu belasan partai politik, akan berebut kursi untuk memilih gubernur-wakil gubernur, bupati- wakil bupati serta wali kota- wakil wali kota di 17 provinsi, 39 kota serta 115 kabupaten.

Jadi hampir bisa dipastikan bahwa Prabowo sebagai Ketua Umum  Gerindra dan Amien Rais sebagai tokoh sentral PAN akan berusaha menarik suara sebanyak mungkin pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak itu yang tinggal beberapa bulan lagi.

Apalagi pada tahun 2019, juga akan berlangsung pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD serta anggota DPRD tingkat provinsi, kabupaten. Pengajuan nama presiden serta wakilnya dijadwalkan akan berlangsung pada bulan Agustus 2018.

Karena itu, tidak heran jika Gerindra, PAN, Golkar, PDIP, PPP, PKB, PKS, PSI, PBB , Berkarya, serta partai- partai politik lainnya terutama yang bermain di tingkat nasional berusaha maksimal meraih suara calon pemilih.  Tentu saja yang paling "Gampang dan mudah" adalah menjelek-jelekkan pemerintahan dan kabinet.

Dengan "menyudutkan" pemerintah maka parpol-parpol ini bisa memperlihatkan akan menunjukkan bahwa tawaran- tawaran mereka pasti lebih baik alias "afdol" daripada yang ditawarkan  parpol- parpol pendukung pemerintah.
    
   Siapkah rakyat?
Selama beberapa bulan terakhir ini, di Tanah Air sudah mulai dikenal  kata atau istilah "generasi milenial" yaitu anak- anak muda atau generasi muda yang daya pikirnya sudah lebih maju jika dibandingkan dengan generasi- generasi sebelumnya karena  generasi  muda sekarang  sudah sangat akrab alias familiar dengan komputer, telepon genggam, gawai serta berbagai alat komunikasi yang kian lama kian canggih.

Dengan makin majunya cara berpikir rakyat Indonesia  maka tentu seharusnya pola berpikir rakyat semakin canggih, mendalam, kritis atau apa pun istilahnya.

Akan tetapi masalahnya adalah apakah seluruh rakyat Indonesia-- tanpa satu pun yang terlewati-- sudah kenal komputer, HP serta gawai? Tanpa bermaksud merendahkan  saudara-saudara sesama bangsa Indonesia lainnya maka pertanyaannya misalnya  apakah semua tukang becak, pemungut rokok, petani padi sudah pernah memegang dan akrab dengan berbagai alat modern itu.

Selain itu, juga tanpa bermaksud merendahkan pelajar-pelajar di daerah-daerah terpencil, terluar juga  apakah sudah  akrab dengan hand phone atau memanfaatkannya yang bagi anak-anak di kota praktis  sudah sama dengan makan permen tiap harinya?.

Yang perlu disadari  seluruh pemimpin terutama di tingkat nasional adalah apakah semua rakyat Indonesia sudah sanggup menerima informasi-informasi yang  acapkali sering "bertabrakan" atau minimal tak cocok satu dengan yang lainnya.

Sebagian besar rakyat Indonesia harus diakui bahwa mereka itu masih harus mandi keringat untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari diri mereka beserta keluarganya.

Pendapatan atau upah yang diterima  "akar rumput " itu bisa disebut sebagai perbedaan bagaikan langit dan bumi" yakni kalau rakyat sudah merasa bersyukur karena bisa mendapat uang paling-paling Rp10.000 - Rp50.000 tiap hari yang amat jauh dengan penerimaan Prabowo  atau Amien yang jutaan rupiah/ hari.

Karena itu, Prabowo, Amien ataupun para pemimpin kelas kakap itu janganlah menjejali pikiran rakyat dengan hal-hal yang tidak bisa mereka cerna.

Harusnya kepada "akar rumput" dijelaskan atau disampaikan bahwa partai- partai politik peserta Pilkada Serentak benar-benar siap memperjuangkan nasib dan kepentingan rakyat melalui posisi gubernur, bupati ataupun wali kota yang akan mereka raih pada tahun 2018 dan kemudian oleh presiden serta wakil presiden, serta wakil -wakil rakyat di DPR,DPD serta DPRD.

Sadarkah para pemimpin itu bahwa sekitar 69-70 persen rakyat Indonesia paling-paling hanya tamat atau bahkan tidak  lulus sekolah dasar ataupun sekolah menegah pertama?

Menjelang Pilkada Serentak 2018 serta Pemilu dan Pilpres 2019 masyarakat harus diberi pencerahan dan bukannya menjejali pikiran- pikiran mereka dengan hal-hal yang memusingkan otak mereka.

Sadarlah para pemimpin  tentang tugas mereka untuk ikut mendidik atau mengedukasi mayoritas rakyat.
(T.A011/Subagyo)