Pengamat nilai penyalahgunaan data Facebook tak mengejutkan

id facebook,data akun fb,penyebaran data pribadi,Komisioner Perlindungan Data Pribadi,berita sumsel,berita palembang,data pengguna media sosial,sosial me

Pengamat nilai  penyalahgunaan data Facebook tak mengejutkan

Facebook. (ANTARA News Sumsel/REUTERS/Thomas Hodel )

Kuala Lumpur (ANTARA News Sumsel) - Berita terungkapnya penggunaan data 50 juta pengguna Facebook di Amerika Serikat tidak mengejutkan karena  perusahaan inilah yang dianggap menyukseskan kemenangan Presiden Donald Trump pada Pemilu yang lalu.

Dosen Cyberlaw di International Islamic University Malaysia yang juga Konsultan untuk Komisioner Perlindungan Data Pribadi di Malaysia, Dr. Sonny Zulhuda mengemukakan hal itu saat menanggapi persoalan tersebut di Kuala Lumpur, Kamis.

Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut mengatakan walau sepak terjang konsultan Pemilu sudah sering didengar namun kali ini kita mendapatkan fakta gamblang bagaimana analisa big data (big data analytics) dilakukan.

"Yang menjadi kegundahan dan kegaduhan adalah bahwa data analytics tersebut dilakukan berdasarkan data pribadi pengguna media sosial yang tidak pernah diberitahu bahwa datanya akan dipakai untuk keperluan komersil seperti konsultan Pemilu tersebut," katanya.

Data-data pribadi pengguna Facebook sangat luas dan mendalam mulai dari data identitas (nama, tanggal lahir, nomor KTP/Jaminan Sosial), data historis (asal daerah, pendidikan, pekerjaan, karir), data geografis (tempat tinggal, perjalanan, komunikasi).

Kemudian biologis (gambar wajah dan anatomi tubuh yang memaparkan tinggi dan berat badan, wana kulit, rambut dan mata).

"Hingga data lainnya seperti preferensi, anggota keluarga, pilihan politik, pertemanan dan lain-lain. Intinya data pengguna Facebook sangat tinggi nilainya," katanya.

Namun karena penggunaan data di Facebook utamanya bertujuan "hanya" untuk pertemanan sosial maka segala penggunaan lain yang tidak sejalan dengan dunia pertemanan sosial itu menyalahi rambu etika dan hukum.

"Pengguna Facebook sebagai pemilik data tersebut harus diberitahu dan memberi izin jika data tersebut digunakan untuk keperluan lain," katanya.

Yang jadi masalah sekarang adalah, ujar dia, Facebook secara sepihak membolehkan data penggunanya dieksploitasi oleh pihak ketiga untuk keperluan penelitian, namun setelah itu terjadi keteledoran sehingga data tersebut dikomersilkan oleh pihak lain yang menjalankan bisnis konsultan politik, yaitu Cambridge Analytica.

"Mark Zuckerberg sendiri telah mengakui kesalahan yang dilakukan oleh Facebook dalam wawancaranya dengan CNN tadi malam. Bahkan mereka mengaku tidak bisa menyalahkan pengguna Facebook atas alasan 'persetujuan terhadap pihak ketiga' seperti yang dilakukan oleh salahsatu petingginya beberapa hari yang lalu," katanya.
                                       
       Tekanan
Dia mengatakan dengan insiden tersebut Facebook akan menghadapi berbagai tekanan dari dari berbagai instansi otoritas publik dan otoritas di Inggris, Uni Eropa dan Amerika Serikat dikabarkan akan bergerak tidak lama lagi.

"Pemerintah Indonesia perlu menunjukkan keprihatinan khusus dalam insiden ini. Perlu diingat, dengan adanya 76 juta pengguna Facebook di Indonesia, kita adalah warga keempat terbesar dalam dunia Facebook," katanya.

Apalagi perusahaan tersebut telah membuka kantor resmi sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia pada 2017 sehingga pemerintah sebaiknya membuka komunikasi dua arah dan meminta Facebook untuk menjelaskan potensi implikasi insiden ini di Indonesia.

"Bukan tidak mungkin jika potensi masalah yang sama dapt terjadi di Indonesia mengingat gencarnya dunia bisnis dan politik akhir-akhir ini, dan geliat big data analytics di Indonesia sangat menjanjikan seiring dengan ledakan informasi di Internet," katanya.

Dia mengatakan pemerintah juga perlu lebih lugas dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi penyalahgunaan data pribadi di Indonesia.

"Maka untuk itu, perangkat hukumnya perlu segera dilengkapi. Mengatur data pribadi tidak cukup dengan pengaturan industri yang tertuang dalam peraturan menteri. Namun perlu kekuatan undang-undang spesifik," katanya.

Dia mengapresiasi transparansi dan itikad baik yang ditunjukkan oleh CEO-nya dalam wawancara terbaru namun kita sudah tidak tahu sejauh mana data kita sudah tereksploitasi selama ini.

"Konsumen harus diberikan kesempatan yang mudah untuk mengecek kebijakan (Privacy Policy) dan praktik penggunaan data baik oleh Facebook maupun oleh pihak ketiga," katanya.

Menurut dia, bagi semua para pengguna Facebook insiden ini merupakan peringatan agar kita berhati-hati dalam bermedia sosial denhan tidak perlu mengumbar data yang tak perlu karena Facebook adalah media berteman, bukan perpustakaan pribadi anda.
(T.A034/B. Suyanto)