Polres OKU terima lima laporan KDRT

id kdrt,kekerasan dalam rumah tangga,laporan kdrt,kapolres oku,sosialisasi uu no3,psikis,penyidik,polisi

Polres OKU terima lima laporan KDRT

Ilustrasi - Kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga (Ist)

Baturaja  (ANTARA News Sumsel) - Polres Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan menerima lima laporan kekerasan dalam rumah tangga setiap bulannya dan korban didominasi kaum perempuan.

"Faktor ekonomi dan sosial menjadi penyebab utama kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) dan yang paling banyak jadi korban adalah perempuan," kata Kapolres OKU AKBP NK Widayana Sulandari melalui Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Bripka M Soleh di Baturaja, Rabu.

Menurut dia, di OKU ini angka kekerasan terhadap perempuan  di lingkup rumah tangga cukup tinggi bahkan mengalami peningkatan yang signifikan.

"Setiap tahun rata-rata  diatas lima laporan KDRT yang kami terima setiap bulan. Bahkan, untuk triwulan pertama tahun ini sudah mendekati angka 20 laporan sedang ditangani Polres OKU," katanya.

Dia mengatakan, perlu ada langkah pencegahan agar kasus KDRT terhadap perempuan bisa ditekan. Banyak faktor yang menjadi penyebab kasus KDRT ini di antaranya faktor ekonomi, pendidikan, anak dan faktor sosial.

"Emosi tinggi dan cekcok mulut umumnya diawali permasalahan ekonomi," jelasnya.

Kemudian faktor sosial juga banyak berpengaruh seperti media sosial yang menyebabkan salah satu pasangan cemburu, yang kemudian cekcok mulut dan mengakibatkan pemukulan dan lain sebagainya.

"Biasanya faktor sosial ini disebabkan cemburu atau ketahuan selingkuh oleh salah satu pihak sehingga memancing keributan. Setelah itu terjadi aksi pemukulan kemudian lapor polisi. Ini sudah banyak terjadi termasuk ribut gara gara anak. Masalah pendidikan juga berpengaruh terhadap KDRT ini," ungkapnya.

Kekerasan juga tidak selalu identik dengan aksi pemukulan atau kekerasan fisik, namun juga psikis bisa dikatakan juga dengan aksi kekerasan.

"Contohnya seorang memarahi suami dengan ucapan tidak pantas sehingga menyebabkan sang suami tertekan. Itu juga termasuk aksi kekerasan psikis," kata dia.

Untuk itu, pihaknya berharap semua pihak bisa mensosialisasikan UU No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga agar jumlah kasus tersebut dapat ditekan.