Pengembangan pelabuhan mendesak di Sumsel

id pelabuhan, pelindo,pengembangan pelabuhan,pelindo ii,tanjung carat,taa,kek taa

Pengembangan pelabuhan mendesak di Sumsel

Dokumentasi - Aktivitas terminal konvensional nonpeti kemas Pelabuhan Bom Baru Palembang, Senin (18/2). (ANTARA News Sumsel/13/Feny Selly)

....Sejauh ini Pelabuhan Boom Baru Palembang hanya bisa melayani kapal dengan kapasitas kecil atau dengan kedalaman yang hanya 6 meter....
Palembang  (ANTARA News Sumsel) - Pengembangan pelabuhan di Provinsi Sumatera Selatan menjadi sesuatu yang mendesak karena Pelabuhan Boom Baru sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan karena keterbatasan lahan dan pendangkalan Sungai Musi.

Oleh karena itu, menurut General Manager PT Pelindo II Cabang Palembang Agus Edi Santoso di Palembang, Senin, pemerintah mempertimbangkan alternatif dibukanya Pelabuhan Tanjung Carat di Banyuasin.

"Tanjung Carat saat ini masih dalam studi kelayakan. Mengenai kapan waktunya, tahapannya apa saja, siapa saja yang terlibat, semua akan ditentukan dalam proses studi yang sedang berlangsugn saat ini," kata dia.

Palembang membutuhkan pintu gerbang berupa pelabuhan untuk mengangkut bahan ekspor yakni karet dan CPO (minyak sawit) yang berbahaya lebih murah.

Sejauh ini Pelabuhan Boom Baru Palembang hanya bisa melayani kapal dengan kapasitas kecil atau dengan kedalaman yang hanya 6 meter," kata dia.

"Sumsel harus belajar dari Pelabuhan Sunda Kelapa yakni ketika Terusan Suez dibuka langsung Jakarta membangun Pelabuhan Tanjung Priok," kata dia.

Pelabuhan Boom Baru didirikan pada 1924, sebagai pengganti pelabuhan lain. Sebelumnya, pelabuhan yang berfungsi melayani pelayaran kapal-kapal besar berada di Sungai Rendang atau saat ini disebut kawasan 16 Ilir.

Kemudian, lantaran berkembangnya jalur perdagangan di Palembang membuat dibutuhkan pelabuhan lain yang memiliki kemampuan untuk menampung arus kapal beserta bongkar muatnya.

Pada 1821, setelah Belanda berhasil menguasai Palembang, pelabuhan dibangun di depan Benteng Kuto Besak sekarang Perbekalan dan Angkutan Komando Daerah Militer (Bek Ang Kodam) II Sriwijaya atau lebih dikenal sebagai Boom Jati.

Pemindahan yang kedua dilakukan pada tahun 1914, dengan letak lebih ke hilir sungai, yaitu kawasan Sungai Rendang, atau masyarakat Sumsel mengenalnya sebagai Gudang Garam. Kemudian berikutnya pemindahan Pelabuhan ke Boom Baru yang terletak antara Sungai Lawang Kidul dan Sungai Belabak, yang kini disebut Pelabuhan Boom Baru.

Dari sejarah ini dapat diambil intisari bahwa keberadaan pelabuhan itu sebenarnya menyesuaikan dan mengikuti kebutuhan ekonomi suatu daerah.