Informasi pasar lelang, harga bokar petani Sumsel Rp8.313/kg

id karet,harga karet,petani karet sumsel,antara sumsel,berita sumsel,berita palembang

Informasi pasar lelang, harga bokar petani Sumsel Rp8.313/kg

Harga getah karet di tingkat petani. (ANTARA News Sumsel/E Permana)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Harga rata-rata bahan olah karet atau bokar di tingkat petani Sumatera Selatan mencapai Rp8.313,38 per kilogram pada minggu kedua Maret 2018.

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian di Palembang, Kamis, mengatakan harga tersebut diperoleh dari sistem pasar lelang yang diterapkan petani yang bergabung di unit pengolahan dan pemasaran bokar (UPPB).

Saat ini terdapat 152 kelembagaan tani yang melaksanakan pasar lelang.

"Dari 152 kelembagaan tersebut, bokar yang dijual petani sebanyak 563,95 ton selama minggu kedua," kata dia.

Bokar yang dijual petani di sebelas kabupaten itu memilliki usia sekitar satu minggu hingga dua minggu. Namun demikian, ada pula petani yang menjual karet usia bulanan.

Adapun harga bokar tertinggi berada di KUD Berkat, Kabupaten Muara Enim, mencapai Rp10.378 per kilogram dengan usia bulanan. Sementara untuk usia mingguan, harga tertinggi berada di UPPB Jaya Makmur, Kabupaten Musi Banyuasin senilai Rp9.100 per kilogram.

Ia menjelaskan, keberadaan UPPB menjadi penting bagi posisi tawar petani karet karena UPPB menerapkan sistem lelang sehingga harga tertinggi yang ditawarkan pembeli adalah yang dipilih petani. Apalagi, saat harga komoditas itu sedang merosot.

"Perbedaannya bisa Rp2.000 sampai Rp3.000 per kilogram. Jika petani yang menjual langsung ke pengepul hanya menerima Rp5.000 per kg sementara di UPPB bisa terima Rp8.000 per kilogram," kata dia.

Menurut Rudi, petani karet yang belum bergabung dengan UPPB terkendala karena dirinya sudah terikat dengan tengkulak. Ada pula faktor lainnya, seperti kurangnya informasi yang diterima petani terkait UPPB dan manfaatnya.

Sebelumnya harga karet di Sumsel sempat melambung pada 2011 sehingga Sumsel membukukan nilai ekspor karet sebesar 3,868 miliar dolar AS, atau melonjak tajam dibandingkan 2010 yang hanya 1,904 miliar dolar AS, dan 2009 sebesar 1,110 miliar dolar AS.

Setelah itu terjadi penurunan harga karet lantaran pelemahan ekonomi global hingga data bokar terakhir hanya Rp8.313 per kg.

Ketidakberdayaan Sumsel menyediakan industri hilir ditengarai menjadi penyebab utama mengapa sektor perkebunan karet tidak bisa menjamin kesejahteraan petani.

Pemerintah daerah telah berupaya mengajak investor untuk menanamkan modal dengan membangun industri hilir.

Kondisi tersebut makin diperparah iklim persaingan yang sedang berlangsung di pasar internasional. Produk olahan getah Sumsel mulai mendapatkan saingan baru, yakni dari Vietnam, Myanmar, dan Thailand dengan menawarkan produk berkualitas ekspor lebih baik.
(T.D019/I016)