Pemerintah berkoordinasi atasi sampah laut

id smapah plastik,pencemaran laut,laut penuh sampah,berita sumsel,berita palembang,mengatasi samaph laut,solusi sampah laut,sampah plastik

Pemerintah berkoordinasi atasi sampah laut

Pemulung memilah sampah rumah tangga yang menumpuk akibat terbawa air laut . (ANTARA FOTO/Ekho Ardiyanto)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Pemerintah terus berkoordinasi sengan semua pihak baik pemerintah daerah maupun dunia internasional untuk mencari solusi dalam mengatasi permasalahan sampah di laut, termasuk di perairan Bali.

Pemerintah juga terus melakukan edukasi dan sosialisai kepada masyarakat tentang perlunya pengelolaan sampah yang baik dan berkelanjutan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui siaran pers Di Jakarta, Minggu mengatakan sampah plastik di laut seperti yang terjadi di Bali adalah tanggung jawab bersama, karena sampah tersebut bisa berasal dari mana saja.

"Ada kondisi banyak sampah plastik yang terbawa arus laut yang secara periodik muncul di pesisir Bali. Hal ini memerlukan tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah setempat. Indonesia dan semua negara harus sama-sama memerangi sampah, khususnya sampah plastik di laut,¿ ujar Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati.

Rosa Vivien menegaskan, Indonesia sangat berkomitmen untuk mengelola sampah dengan baik.

Komitmen ini bisa dilihat dari terbitnya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan peraturan turunannya.

Pemerintah juga terus menyosialisasikan  Peraturan Presiden (Perpres)  Nomor 97 tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah, yang menargetkan pengurangan sampah sebesar  30 persen  dan penanganan sampah 70 persen pada tahun 2025.

Menurut Rosa Vivien, komitmen tersebut ditindaklanjuti dengan penyusunan Perpres tentang Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Sampah di Laut yang dikoordinir oleh Menteri Koordinator bidang Maritim dan secara bersamaan dilaksanakan aksi pengurangan sampah di laut di 26 kota yang memiliki pantai atau sungai besar.

"Kegiatan bersama masyarakat ini telah terlaksana di Surabaya, Manado, Jakarta Utara, Denpasar, Banjarmasin, serta direncanakan akhir Maret dan April di Labuan Bajo dan Palembang," katanya.

Rosa memaparkan, sudah banyak upaya yang dilakukan untuk mengatasi sampah, termasuk di Bali.  
Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di Bali juga sudah membuat gerakan kurangi kantong plastik.

Bantuan juga datang dari dunia internasional, antara lain dari World Bank bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Maritim yang melakukan kajian sampah plastik di laut di 20 lokasi, satu di antaranya Bali.

Rosa Vivien mengakui persoalan sampah yang berada di perairan memang bukan hal mudah.

Ocean Foundation telah melakukan percobaan memasang jaring dan menghisap sampah-sampah di laut, namun upaya ini butuh biaya tidak sedikit jika Indonesia mencoba melakukan hal yang sama.

Karena itu, upaya pencegahan menjadi saangat penting. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak masyarakat tidak membuang sampah plastik atau styrofoam sembarangan.

Berdasarkan uji coba pengurangan sampah plastik yang sudah dilakukan  dengan pola plastik berbayar, terrjadi penurunan penggunaan kantong plastik hingga 55 persen di supermarket.

"Ini menunjukkan bahwa upaya untuk mengajak masyarakat mengurangi penggunaan kemasan plastik secara efektif dapat mengurangi imbulan sampah plastik," kata dia.

Bali kembali menjadi sorotan dunia setelah beredar video yang memperlihatkan lokasi perairan Nusa Penida penuh dengan sampah plastik.

Video yang diunggah penyelam asal Inggris, Rich Horner, di laman Facebook-nya pada 3 Maret 2018 tersebut dalam waktu singkat viral di media sosial dan menjadi perbincangan di level nasional maupun internasional.

Kendati demikian, Horner memberikan keterangan tambahan bahwa saat dia menyelam di lokasi yang sama keesokan harinya, dia tidak lagi menjumpai lautan sampah tersebut.

Horner juga berpendapat, sampah-sampah plastik tersebut bisa jadi bukan hanya dari Indonesia.

Hal ini terindikasi dari sejumlah  kemasan dan sampah plastik yang ditemukan bukan berasal dari lokasi setempat, karena tidak ada sungai yang mengalir dari Nusa Penida.

Dia juga menyatakan sampah plastik tersebut terbawa arus hingga ribuan kilometer dan bisa saja berasal dari Asia Tenggara.

Pendapat Horner seolah diperkuat oleh analisis pakar Oceanografi dari Pusat Riset Kementerian Kelautan dan Perikanan Dr. Widodo Pranowo.

Menurut dia,  berdasarkan pola arus pada akhir bulan Februari hingga awal Maret, arus yang memasuki selat Lombok pada periode ini berasal dari arah utara, yaitu dari arah Selat Makassar dan Laut Jawa.  

Arus yang berasal dari Selat Makassar lebih kencang dan bergerak menuju ke selatan, masuk ke Selat Lombok dan  melewati kawasan perairan Nusa Penida. (TZ.A074/C/Santoso