Gas alam cair diprediksi mengalami kelangkaan pada 2020

id gas,gas alam cair,bbm gas, shell,gas alam langka,pengeboran gas,tambang gas,lng

Gas alam cair diprediksi mengalami kelangkaan pada 2020

Petugas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) (Persero) Tbk mengganti alat ukur (meteran) jaringan gas industri (ANTARA News Sumsel/NovaWahyudi/17)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Shell memprediksi adanya kecenderungan potensi kekurangan persediaan atau mengalami kelangkaan gas alam cair (LNG) pada pertengahan tahun 2020, kecuali jika proyek baru LNG segera dikerjakan.

Pasar gas alam cair global terus menantang ekspektasi para pengamat pasar, dengan pertumbuhan permintaan sebesar 29 juta ton menjadi 293 juta ton pada 2017, menurut LNG Outlook tahunan Shell. Pertumbuhan permintaan yang kuat tersebut konsisten dengan Shell LNG Outlook edisi pertama yang diterbitkan pada 2017.

Berdasarkan data yang diterima Antara di Jakarta,  Kamis, Jepang tetap menjadi pengimpor LNG terbesar di dunia pada 2017, sementara Cina bergerak ke posisi kedua dikarenakan impor LNG China melonjak melebihi Korea Selatan.

Total permintaan LNG di China mencapai 38 juta ton, hal ini merupakan hasil dari pertumbuhan dan kebijakan ekonomi yang terus berlanjut untuk mengurangi polusi udara melalui pengalihan batubara ke gas.

"Kami masih melihat permintaan yang signifikan dari importir tradisional di Asia dan Eropa, namun kami juga melihat LNG menyediakan persediaan energi yang fleksibel, andal dan bersih untuk negara-negara lain di seluruh dunia," kata Direktur Integrasi Gas and Energi Baru Shell Maarten Wetselaar.

Di Asia sendiri, permintaan naik sebesar 17 juta ton. Itu sama seperti hasil produksi LNG di Indonesia pada 2017, sebagai eksportir LNG terbesar kelima di dunia.

Peran LNG dalam sistem energi global meningkat selama beberapa dekade terakhir. Sejak tahun 2000, jumlah negara yang mengimpor LNG telah meningkat empat kali lipat dan jumlah negara yang memasoknya hampir naik dua kali lipat.

Perdagangan LNG meningkat dari 100 juta ton pada tahun 2000 menjadi hampir 300 juta ton pada tahun 2017. Jumlah gas tersebut sangat cukup untuk menghasilkan listrik bagi 575 juta rumah.

Pembeli LNG terus menandatangani kontrak dengan jangka waktu yang lebih pendek dan dengan jumlah yang lebih kecil.

Pada 2017, jumlah spot kargo LNG yang terjual mencapai 1.100 untuk pertama kalinya, setara dengan tiga kargo yang dikirim setiap hari. Pertumbuhan ini sebagian besar berasal dari pasokan baru yaitu, Australia dan Amerika Serikat.

Ketidakcocokan persyaratan antara pembeli dan pemasok semakin meningkat. Sebagian besar pemasok masih mencari penjualan LNG jangka panjang untuk mendapatkan sumber pemasukan yang lebih stabil.

Namun pembeli LNG semakin menginginkan kontrak yang lebih pendek, lebih kecil dan lebih fleksibel sehingga mereka dapat bersaing lebih baik di pasar energi dan gas hilir mereka sendiri.

Ketidakcocokan tersebut perlu diatasi agar pengembang proyek LNG dapat membuat keputusan investasi akhir yang diperlukan untuk memastikan persediaan bahan bakar ramah lingkungan untuk ekonomi dunia cukup memadai.