Mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

id kebakaran hutan,cuaca panas,bmkg,berita palembang,berita sumsel,Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia

Arsip- Petugas gabungan melakukan pemadaman kebakaran lahan di Desa Sungai Rambutan. (ANTARA Sumsel/Nova Wahyudi/dol/17) ()

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Meski berdasarkan siklus iklim dan cuaca pada periode Oktober hingga April wilayah Indonesia umumnya mengalami musim hujan, kenyataan menunjukkan bahwa sebagian daerah justru mengalami cuaca panas.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) hingga minggu kedua Februari 2018 masih menyampaikan kepada publik mengenai prakiraan cuaca yang sebagian besar wilayah dilanda hujan. 

Hujan dengan intensitas ringan, sedang, dan lebat disertai angin serta petir sering mewarnai peringatan dini BMKG.

Kantor Berita Antara hingga Jumat (9/2) menyiarkan setidaknya 113 berita mengenai cuaca di seluruh Indonesia. Berita-berita itu meliputi intensitas hujan di sebagian wilayah dan cuaca panas yang ditandai dengan kebakaran lahan dan hutan serta adanya titik api (hotspot) di beberapa wilayah lainnya.

Pada 1 Februari misalnya,  terdeteksi belasan titik panas yang mengindikasikan adanya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Riau. Titik panas dengan tingkat kepercayaan di atas 50 persen terpantau 17 titik.

Pada tanggal yang sama kebakaran hutan terjadi di jalur pendakian Gunung Talang Jorong Koto Ateh, Nagari Aia Batumbuak, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada Kamis sekitar pukul 10.00 WIB.  Jalur pendakian Gunung Talang akhirnya ditutup sementara karena kebakaran  itu.

Sedangkan pada Jumat (2/2) tim gabungan harus berjibaku memadamkan api yang membakar lahan sekitar dua hektare di Desa Bapanggang Raya, Kecamatan Mentawa Baru, Ketapang. Tim Balakarcana dan masyarakat desa setempat juga ikut membantu memadamkan api.

Pemadaman dilakukan hingga malam hari karena api sulit dikuasai. Kebakaran di tanah gambut terjadi hingga dalam tanah, meski api permukaan sudah terlihat padam, sehingga pemadaman harus dilakukan berulang-ulang.

Pada 3 Februari, beberapa titik panas muncul di Provinsi Aceh.   Ketiga titik panas ini, terpantau di Kota Subulussalam atau tepatnya di Kecamatan Rundeng yang memiliki tingkat kepercayaan 100 persen.

Tingginya angka tingkat kepercayaan titik panas ini, makin mengindikasikan adanya  titik api atau indikasi kuat adanya karhutla di wilayah setempat. 

Pada 4 Februari, Kepolisian Resor Pelalawan, Provinsi Riau, menangkap seorang terduga pembakaran lahan di areal lahan gambut Kecamatan Teluk Meranti hingga menyebabkan kebakaran seluas dua hektare. Pelaku berinisial M mengaku membuka lahan untuk perkebunan cabai.
Foto udara kebakaran lahan di Kec Tulung Selapan Kab OKI (Ogan Komering Ilir), Sumsel. (ANTARA News Sumsel/Nova Wahyudi)

Kemudian pada 7 Februari,  dua titik panas yang mengindikasikan adanya kebakaran hutan dan lahan terdeteksi di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. 

Selanjutnya, pada 8 Februari terdeteksi munculnya titik api di Kalimantan Barat.  Saat ini terdeteksi penurunan curah hujan dengan jeda lima sampai 15 hari hingga akhir Februari 2018 sehingga berpotensi munculnya titik panas yang dapat meluas jadi titik api, terutama wilayah pesisir hingga pantai utara.

Atas dasar itu, beberapa pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Riau, segera menetapkan status siaga karhutla sebagai antisipasi bencana tahunan ini. Dikatakan tahunan karena seperti menjadi rutinitas bahwa setiap tahun terjadi kasus karhutla.
   
                      Ditingkatkan
Di tingkat pusat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) pun meningkatkan pemantauan titik panas dan pencegahan karhutla. Pencegahan yang paling signifikan telah dilakukan Kementerian LHK adalah melalui pengendalian tata kelola gambut.

KLHK sudah berusaha dan kalau lihat datanya pada 2017 ada 68 persen areal yang terbakar berada di hutan produksi dan areal penggunaan lain (APL). Artinya akses masyarakat ke dalam hutan atau pada wilayah tersebut pesat.

"Memang masih ada 32 persen di hutan lindung, di hutan konservasi. Ini bagian yang harus saya kejar, yang di hutan produksi dan di APL, tentu masyarakat dan dunia usaha," kata Menteri LHK Siti Nurbaya.

Peningkatan patroli terpadu diyakini dapat memperkuat segala aspek. Tidak hanya penanganan karhutla, namun termasuk penemuan-penemuan terhadap masalah-masalah di lapangan serta memberi pengaruh terhadap turunnya deforestasi.

Berdasarkan data pantauan Posko Pengendalian Karhutla KLHK, hingga Kamis (8/2), titik panas masih terpantau rendah, yaitu sebanyak satu titik berdasarkan pantauan Satelit NOAA, yaitu di Kalimantan Barat serta satu titik berdasarkan TERRA AQUA (NASA) confidence level >80 persen di Sulawesi Utara.

Yang paling penting sekarang adalah monitoringnya terus-terusan dilakukan dan ketika ada indikasi 'hotspot' itu didekati. Nurbaya pun memantau secara aktif pagi hingga malam melalui aplikasi pada telepon genggamnya.

Dengan hadirnya teknologi pemantauan "hotspot" yang makin berkembang dia berharap hal tersebut dapat mendukung deteksi dini dan pencegahan yang makin baik. Targetnya pada 2017 tidak ada asap yang dahsyat apalagi sampai pindah ke luar negeri.

"Di 2016 itu ada beberapa hari hari, saya ingat betul antara 21 sampai 29 Agustus, sedangkan di 2015 itu 24 hari yang gelap, tidak bisa apa-apa, asapnya juga keluar negeri. Jadi kalau lihat data itu maka sebetulnya di 2016, terus lagi di 2017 sudah menurun," kata Nurbaya.
   
                         Copot
Keterpaduan dan sinergi antarberbagai pihak tampaknya diperlukan dan ditingkatkan  mengingat kebakaran hutan sudah bisa dikatakan masalah tahunan. Apalagi saat puncak musim kemarau mendatang, Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games.

Tindakan tegas diperlukan untuk mengantisipasi terjadinya karhutla. Tindakan itu hanya bisa diwujudkan jika menempatkan tentara dan polisi sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum.

Itulah sebabnya tidak berlebihan bila menempatkan para komandan tentara dan polisi di wilayah dan tingkatannya masing-masing untuk memanggul tugas berat itu.

Hal itu juga yang ditekankan Presiden Joko Widodo saat memberi pengarahan kepada peserta Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2018 di Istana Negara Jakarta, Selasa (6/2).

Bahkan Presiden mengancam panglima kodam dan kapolda yang wilayahnya terjadi karhutla namun tidak bisa ditanggulangi dengan cepat. Kalau di wilayahnya ada kebakaran dan tidak tertangani dengan baik, aturan main tetap sama, yakni dicopot (dari jabatannya).

Presiden pun telah membuat komitmen atau perjanjian dengan Panglima TNI dan Kapolri terkait dengan aturan main tersebut dan telah diterapkan pada tahun sebelumnya.

"Mungkin banyak danrem yang pindah, kapolda sudah ganti, kapolres, danrem, dandim sudah ganti. Yang baru mungkin belum tahu aturan main kita, sudah, tegas ini saya ulang lagi, paling kalau ada kebakaran, saya telepon panglima, ganti pangdamnya. Kalau di provinsi mana, telepon kapolri, ganti kapolda," kata Presiden.

Jika yang terjadi karhutla di wilayah lebih kecil, maka kapolres atau danrem maupun dandim yang akan dicopot. Hal ini langkah untuk digerakkan satgas. 

Kepala Negara pun memberikan apresiasi yang tinggi karena dalam dua tahun terakhir (2016-2017) sudah ada lompatan kemajuan yang sangat signifikan dalam rangka penanganan karhutla. Intinya, ada penurunan titik api yang sangat signifikan.

Pada 2015 ada 21.929 titik api, kemudian pada 2016 turun drastis menjadi 3.915, dan pada 2017 turun menjadi 2.567. Hal itu merupakan penurunan angka yang jauh sekali.

Prestasi pada dua tahun terakhir ini selayaknya bisa berlanjut dalam penanganan karhutla. Untuk itu, dilakukan pembentukan Satgas Penanganan Karhutla yang juga melibatkan masyarakat dan perusahaan, bupati/wali kota, gubernur, pangdam, danrem, dandim, kapolda, dan kapolres yang ada di daerah.

Gerakan satgas ini akan lebih masif  karena melibatkan semua unsur di pemerintahan dan masyarakat. Di Polri sampai babinkamtibmas, di TNI sampai babinsa. 

Satgas ini untuk menjaga keberhasilan yang sudah dicapai. Dalam dua tahun terakhir, negara tetangga ternyata tidak komplain atau protes lagi atas masalah asap. 

Sebelum dua tahun lalu, kalau Presiden ketemu PM Singapura, PM Malaysia, pasti komplain terkait asap.

"Tetapi pada 2016-2017 bertemu terakhir di India, dua orang PM sudah salaman kita. Pada 2018, seperti 2016-2017, Presiden sudah menjamin," kata dia.

Oleh karena itu, Presiden mengingatkan agar pada tahun ini tidak terjadi bencana asap lagi karena dirinya telah berjanji kepada PM Singapura dan PM Malaysia.

"Begitu ada asap, muka kita ditaruh di mana?," kata Presiden.
(T.S023/M.H. Atmoko)