Tunjangan PHK direkomendasikan untuk mengurangi ketimpangan

id phk,tunjangan phk,pegawai di phk,berita palembang,berita sumsel,Bagus Takwin,asuransi bagi pekerja,diputus hubungan kerja,Pengajar Fakultas Psikologi

Tunjangan PHK direkomendasikan untuk mengurangi ketimpangan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). (ANTARA News/Handry Musa)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Bagus Takwin merekomendasikan pemerintah untuk mempertimbangkan tunjangan uang melalui asuransi bagi pekerja yang diputus hubungan kerja (PHK) untuk mengurangi ketimpangan yang ada di Indonesia.

"Selain itu, perlu ada perbaikan peraturan tentang pajak yang dapat mengakomodasi potensi pendapatan pajak dan realitas kekayaan kelompok super kaya di Indonesia," kata Bagus dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Bagus mengatakan fakta bahwa kekayaan di Indonesia lebih banyak dikuasai oleh sedikit orang menunjukkan bahwa ketimpangan sosial masih cukup tinggi.

Karena itu, perlu ada upaya-upaya untuk mengurangi ketimpangan sosial, di antaranya adalah dengan tunjangan asuransi PHK dan perbaikan peraturan perpajakan.

Menurut penelitian yang Bagus lakukan bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), indeks ketimpangan sosial Indonesia pada 2017 berada pada angka 5,6.

"Itu artinya, warga mempersepsikan ada lima hingga enam ketimpangan dari 10 ranah sumber ketimpangan yang diajukan dalam survei," tuturnya.

Persepsi itu diperoleh melalui metode survei menggunakan kuesioner di 34 provinsi terhadap 2.250 partisipan yang dilakukan selama dua bulan.

Terdapat 10 ranah sumber ketimpangan yang diajukan dalam kuesioner yaitu penghasilan, pekerjaan, rumah atau tempat tinggal, harta benda dan kesejahteraan keluarga, pendidikan, lingkungan tempat tinggal, terlibat dalam politik, hukum dan kesehatan.

Dari hasil survei, ditemukan tujuh ranah yang dipersepsikan terdapat ketimpangan tertinggi, yaitu penghasilan (71,1 persen), pekerjaan (62,6 persen), rumah atau tempat tinggal (61,2 peren), harta benda (59,4 persen), kesejahteraan keluarga (56,6 persen), pendidikan (54 persen) dan lingkungan tempat tinggal (52 persen). (T.D018/T. Susilo)