Mengganti cantrang tak semudah membalikkan tangan

id cantrang,kapal gilnet ukuran 30 GT,alat tangkap ikan,nelayan,tangkapan nelayan,peraturan nelayan indonesia,kementerian kelautan,kapal nelayan

Mengganti cantrang tak semudah membalikkan tangan

Dokumentasi nelayan. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

....Tidak semua nelayan sepakat untuk menggunakan gilnet sebagai alat pengganti cantrang karena sebagian pemilik kapal pernah bangkrut dengan alat itu....
Semarang (ANTARA News Sumsel) - Puluhan tahun nelayan Pantai Utara (Pantura) Jawa menggunakan alat tangkap cantrang, bahkan Ketua HNSI Kabupaten Batang Teguh Tarmujo mengklaim alat itu sudan digunakan sejak 50 tahun lalu.

Alat itu mengalami modifikasi disesuaikan dengan ukuran kapal dan kemampuan ekonomi nelayan sehingga muncul ukuran yang lebih kecil yang disebut sesuai dengan penamaan nelayan setempat, seperti arad, garok dan apolo.

Dinamakan arad karena cara operasi ditarik kapal yang istilah masyarakat Cirebon, ngarad, artinya ditarik. Sementara Garok artinya mencakar karena ada cakar dalam bagian bawah mulut arad.

Jika cantrang digunakan kapal ukuran 10 Gross Ton (GT) ke atas maka ketiga alat tangkap yang terakhir digunakan kapal kecil ukuran 3-5 GT. Wilayah tangkapan dua jenis kapal itu juga berbeda, jadi cantrang biasanya beroperasi di atas 4 mil, maka yang kecil beroperasi di pantai. Ada kapal cantrang yang berukuran di atas 50 GT yang mampu beroperasi sampai Papua.

Kapal yang beroperasi di luar Pantura akan dituding telah merampok sumber daya ikan setempat karena memang dengan cantrang yang mempunyai mulut besar dan mengantong maka semua jenis bisa ditangkap. Juga dengan berbagai ukuran mulai yang kecil sampai ikan besar.

Semua usaha juga terlibat dalam bisnis penangkapan dengan alat yang tidak ramah lingkungan itu, mulai pedagang sembako dan es untuk bekal melaut, bakul ikan, usaha pengolahan ikan, dan juga perbankan yang memberikan pinjaman, baik untuk kapal, peralatan serta biaya melaut.
   
              Tidak Mudah
Hampir semua nelayan cantrang mengaku mengubah alat tangkap tidak semudah membalikkan tangan. Banyak tahapan yang harus dilalui, seperti mengubah desain kapal, membeli jaring baru, menambah peralatan baru, melatih ABK dengan alat tangkap baru, dan mencari dukungan permodalan baru untuk melakukan semua itu.

Biaya alat tangkap seperti gilnet dan mengubah desain kapal membutuhkan biaya tidak sedikit.

Royani, Sekretaris KUD Mina Bahari Eretan Kulon, Indramayu mengungkap, untuk kapal 20-30 GT diperlukan jaring gilnet minimal 100 piece membutuhkan Rp800 juta dan modifikasi kapal minimal Rp500 juta. Total perlu dana Rp1,3 miliar. Perubahan desain kapal itu perlu waktu sekitar tiga bulan.

Sementara seorang pemilik kapal cantrang ukuran 80 GT di Pelabuhan Batang, Ngatmo Wiyono, memerlukan waktu satu tahun untuk mengubah menjadi kapal alat tangkap gilnet dengan biaya Rp4 miliar.

Kartubi, pengawas renovasi kapal mengatakan, sudah satu tahun Kapal Sinar Bahari Asri II dirombak dan masih ada "finishing" sekitar sebulan lagi.

Waktu untuk mengubah desain kapal itu tidaklah singkat sehingga kalaupun untuk mengganti 1.500 kapal cantrang yang ada di Pantura harus dilakukan bertahap agar produksi ikan tidak terganggu. Produksi ikan erat kaitannya dengan usaha lain, seperti pedagang sembako, penjual ikan dan industri pengolahan ikan.

Selain dari sisi ketenagakerjaan maka akan muncul ABK yang menganggur berbulan-bulan karena kapalnya masuk dok.

Penggantian alat tangkap untuk kapal ukuran 3-5 GT yang selama ini berlangsung lancar karena tak banyak yang harus diubah.

Ribuan nelayan pantura Jawa telah mendapat alat pengganti dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun yang menjadi sasaran masih nelayan di bawah 10 GT yang menggunakan jaring arad, garok dan apolo.

Sementara nelayan yang mempunyai kapal di atas 10 GT dengan alat tangkap cantrang, belum tersentuh program itu. Tokoh nelayan di kabupaten Indramayu dan Batang mengaku bahwa belum ada satupun bantuan Pemerintah pusat untuk nelayan cantrang.

Royani mengungkap belum ada satupun nelayan cantrang di Indramayu mendapat alat pengganti yang diinginkan Pemerintah. Hal senada diungkap Ketua HNSI Kabupaten Batang Teguh Tarmujo yang menagih janji penggantian alat tangkap.

Dua kepala daerah di Jabar dan Jateng juga meminta agar nelayan cantrang segera mendapat alat pengganti yang ramah lingkungan. Jaring cantrang diserahkan dan ditukar dengan jaring yang ramah lingkungan, salah satu yang ditawarkan adalah jaring gilnet. Jaring gilnet sudah dibagikan ke ribuan nelayan pantura Jawa yang memiliki kapal ukuran di bawah 10 GT

              Trauma
Tidak semua nelayan sepakat untuk menggunakan gilnet sebagai alat pengganti cantrang karena sebagian pemilik kapal pernah bangkrut dengan alat itu. Mereka trauma jika memakai gilnet, apalagi harus siap berhutang untuk memodifikasi kapalnya.

Royani yang pernah mencoba beralih ke gilnet mengungkap, hasil tangkapan tidak sebanyak cantrang sehingga pendapatan selalu minim dan terkadang biaya bekal melaut lebih tinggi dibanding penjualan hasil tangkapan.

Ia akhirnya terpaksa kembali ke cantrang setelah dua tahun mengoperasikan gilnet. Kapal dan jaringnya dijual pada akhir 2017.

Royani juga tak yakin perbankan akan mau memberikan pinjaman untuk nelayan gilnet.

Untuk kapal gilnet ukuran 30 GT, sekali melaut selama 40 hari memerlukan biaya Rp70 juta, sementara hasil penjualan ikan sekitar Rp150 juta. Jika dikurangi Rp20 juta biaya perbaikan jaring untuk operasi selanjutnya maka tersisa Rp60 juta, artinya pemilik kapal hanya mendapat jatah Rp30 juta. Hasil itu tidak akan mengejar cicilan ke bank untuk pinjaman Rp1,3 miliar untuk mengubah cantrang ke gilnet.

Banyaknya keraguan nelayan untuk beralih terus mengganti cantrang dan sejenisnya.

Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Syarif Widjaya mengatakan pihaknya terus mendorong penggantian cantrang dan sejenisnya dengan yang ramah lingkungan itu berupa gilnet millenium, trammel net, bubu ikan dan rajungan, rawai, handline dan pancing tonda.

Data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP mencatat, hingga akhir 2017, jumlah API ramah lingkungan yang telah dibagikan ke nelayan di Indonesia mencapai 7.255 paket.

Jika dihitung sejak tahun 2015, menurut Syarief,  total bantuan API ramah lingkungan yang dibagikan ke nelayan mencapai 9.021 paket.

Sementara untuk kapal dengan ukuran 10-30 GT, dari jumlah  1.223 kapal cantrang yang sudah berganti alat tangkap sebanyak 500 kapal, sehingga masih ada 670 kapal yang belum.

Namun untuk kapal cantrang dengan ukuran di atas 30 GT yang tercatat sebanyak 180 GT, baru sebagian kecil yang tengah mengubah desain kapal dengan alat tangkap baru.

Ada dua kemungkinan mengapa mereka belum mengganti cantrang. Pertama, menunggu adanya perbankan yang mau memberikan pinjaman atau tengah mengumpulkan modal untuk renovasi kapal yang membutuhkan biaya tidak sedikit.
(T.B013/M.M. Astro)