Gapkindo berharap muncul pabrik ban di Sumsel

id ban,pabrik ban,pembangunan pabrik ban,Gapkindo,Gabungan Pengusaha Karet Indonesia,berita palembang,berita sumsel,Alex K Eddy

Gapkindo berharap muncul pabrik ban di Sumsel

Arsip- Pemasangan ban mobil (ANTARA/Andika Wahyu)

Palembang (Antaranews Sumsel) - Gabungan Pengusaha Karet Indonesia Provinsi Sumatera Selatan berharap munculnya pabrik ban di daerah setempat dalam waktu dekat untuk menjadi solusi anjloknya harga di tingkat petani.

"Hilirisasi karet sudah lama didengungkan tapi hingga kini belum terwujud. Harapan kami, ada suatu tekad yang kuat dari para pemangku kebijakan, setidaknya ada satu pabrik ban di Sumsel ini," kata Ketua Gapkindo Sumsel Alex K Eddy di Palembang, Kamis.

Ia mengatakan saat ini, produksi getah karet di Sumsel mencapai sekitar 1 juta ton per tahun. Namun, dari total produksi itu, hampir seluruhnya di kirim ke luar negeri dan hanya beberapa persen yang diserap oleh dalam negeri.

Lantaran itu, tak ayal harga karet di tingkat petani sangat bergantung dengan keadaan pasar internasional. Di saat sedang anjlok seperti saat ini tentunya sangat memberatkan petani.

"Memang yang paling banyak menyerap karet itu industri ban. Artinya jika ada satu saja pabrik ban, setidaknya dapat meningkatkan serapan dalam negeri, dengan begitu harga diharapkan meningkat," kata dia.

Selain hilirisasi karet, Alex menilai solusi lain dari anjloknya harga karet yang tak kalah penting yakni pemerintah Indonesia harus lebih aktif mengajak negara-negara eksportir karet untuk mengurangi pasokan di pasar internasional karena sudah tiga tahun terakhir harga tetap bertahan di kisaran rendah.

Saat ini pasokan di pasar internasional sedang kelebihan pasokan sekitar 3 juta ton.

"Harus ada yang mau menjadi `leader` (pemimpin) dan Indonesia bisa mengambil alih ini, yakni bagaimana caranya agar negara seperti Malaysia dan Thailand dan negara pemain baru untuk duduk bersama mengatasi masalah ini," kata Alex.

Menurutnya dalam kaitan penurunan harga komoditas ekspor ini sejatinya Indonesia yang paling bermasalah karena hampir 90 persen merupakan petani rakyat.

Selain itu, rasio produksi getah per hektare sangat rendah dibandingkan Malaysia, Thailand dan Vietnam. Di Indonesia dalam satu hektare hanya memperoleh 1 ton getah, sedangkan di Vietnam dan Thailand sudah tembus 2 ton.

"Tentunya ketika harga jatuh seperti saat ini, yakni 1,4 dolar per kilogram membuat menjadi tidak masalah bagi Thailand dan Vietnam. Sementara bagi petani Indonesia menjadi sangat berat, karena hanya mendapatkan sekitar Rp700.000 per bulan," ujar dia.
(T.D019/E008)