Perbankan paling banyak diadukan ke BPKN

id bank,perbankan,bpkn,pengaduan perbankan,konsumen,berita palembang,berita sumsel

Perbankan paling banyak diadukan ke BPKN

Dokumentasi- Suasana penukaran uang di Bank Indonesia Palembang masih normal, Senin (6/ 8). Arus penukaran uang pecahan diperkirakan akan meningkat tajam pada H-7 lebaran. (Antarasumel.com/Feny Selly)

Jakarta (Antaranews Sumsel) - Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat bahwa pengaduan masyarakat terkait sektor perbankan mencapai 34 persen dari total pengaduan yang diterima selama periode Januari hingga November 2017.

Berdasarkan catatan BPKN, setelah sektor perbankan, pengaduan masyarakat tersebut antara lain terkait dengan pembiayaan konsumen sebesar 28 persen, perumahan sembilan persen, periklanan empat persen, e-dagang empat persen dan sektor telekomunikasi sebesar tiga persen.

"Bank Indonesia untuk lebih pro aktif mengantisipasi perkembangan dinamika transaksi elektronik yang terus meluas saat ini dan ke masa depan, bagi keadilan dan perlindungan konsumen," kata Ketua BPKN Ardiansyah S Parman, dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu.

Beberapa pengaduan lain yang dicatat oleh BPKN dari sektor ritel, transportasi, ekspedisi, barang elektronik, haji atau umroh, asuransi, layanan kesehatan dan undian berhadiah.

Ardiansyah menambahkan, saat ini pola transaksi masyarakat berubah dengan cepat, regulasi perbankan harus mampu mengimbanginya. Regulasi yang bersifat tidak adil bagi konsumen, pragmatis, berorientasi jangka pendek atau hanya berpihak pada dunia usaha pasti cepat tertinggal.

"Jika ini terjadi, maka bukan hanya jasa perbankan nasional ditinggalkan oleh konsumen, namun lebih dari itu kedaulatan jasa keuangan nasional terancam," ujarnya.

Selain itu, BPKN juga mendorong adanya revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang salah satunya bertujuan untuk memperkuat upaya perlindungan konsumen.

Ardiansyah mengatakan, keberdayaan UU Perlindungan Konsumen sangat menentukan bukan hanya perlindungan terhadap masyarakat konsumen, namun mempunyai nilai strategis, bahkan vital, terhadap ketahanan ekonomi nasional.

Penyusunan RUU Perlindungan Konsumen diharapkan menghasilkan rancangan UU yang lebih baik dan efektif memberikan perlindungan konsumen dibandingkan UU yang ada saat ini. BPKN mencatat, dalam revisi tersebut, paling tidak harus meliputi empat manfaat.

Pertama, RUU Perlindungan Konsumen harus bervisi perlindungan konsumen yang kuat serta berorientasi manfaat bagi konsumen. Kemudian, sebagai produk politik, harus memiliki keberpihakan yang kuat dan jangkauan luas bagi perlindungan konsumen. RUU PK harus mampu menjangkau dinamika lintas sektor, lintas yurisdiki dan lintas generasi.

Selain itu, harus mampu mendorong lahirnya kebijakan atau pengaturan implementatif, berdaya guna dan manfaat untuk konsumen Indonesia.