Sepak bola wanita pada era milenial

id sepak bola wanita, pertandingan sepak bola wanita, Liga 3, Yunisal, Asosiasi Sepak Bola Wanita, Timnas putri indonesia

Sepak bola wanita pada era milenial

Uji coba sepakbola wanita Piala Pertiwi di Palembang (ANTARA Sumsel/17/Nova Wahyudi)

....Remaja-remaja bertubuh profosional dan berwajah belasan ini kontan merasakan kerasnya kompetisi sepak bola....
Palembang (ANTARA Sumsel) - Sepak bola memang indentik dengan kaum adam, namun tak sedikit pula kaum hawa yang menggemarinya terutama pada era milenial kini.

Faktor pendorong utamanya, karena remaja-remaja putri masa kini lebih diberikan kebebasan oleh orang tua untuk menyalurkan hobi, selain itu yang tak kalah penting yakni semakin populernya olahraga ini di kalangan anak muda seiring dengan menanjaknya popularitas sejumlah pesepak bola kelas dunia.

Dhanielle Dhanielle Daphne (17), pesepak bola putri asal Jawa Barat mengatakan ia telah mengandrungi sepak bola sejak usia belia. Salah satu penyebabnya karena dia demikian menyukai David Beckham, pesepak bola asal Inggris.

Ia yang dijumpai di sela-sela turnamen terbuka Piala Pertiwi 2017 di Palembang, mengungkapkan bahwa dirinya sampai keliling ibu kota Jakarta bersama orang tuanya hanya sekadar untuk mencari Sekolah Sepak Bola khusus perempuan.

"Tapi sama sekali tidak ada. Jadi saya terpaksa ikut SSB `cowok`," kata Danielle.

Danielle Daphne. (ANTARA Sumsel/Dolly Rosana)
Lantaran Dhanielle yang saat itu berusia 12 tahun sudah terlanjur suka dengan sepak bola, kedua orang tuanya pun tak kuasa menolak sehingga terpaksa merelakan Dhanielle berjibaku dengan anak-anak laki-laki di lapangan rumput.

Buahnya ternyata cukup manis setelah ia bergabung dalam klub Imran Soccer Akademi. Gadis berkulit putih bermata sipit ini sempat terpilih memperkuat Timnas U-12 dengan menjajal kompetisi di Spanyol dan Jepang.

"Karena usia di bawah 15 tahun maka Timnas boleh ada perempuannya. Dan saya sendiri yang saat itu bisa tembus. Tapi kalau sekarang, sudah berat karena usia 17 tahun dan anak-anak cowok jauh lebih kuat dan cepat," kata dia.

Sepak bola wanita di Tanah Air sebenarnya sudah ada sejak lama, diperkirakan mulai tahun 1970-an dan eksis di tahun 1980-an.

Hanya saja, saat itu pemain sepak bolanya umumnya dari sekolah guru olahraga, institusi Polri dan TNI. Kini sudah berbeda 180 derajat, karena yang bermunculan saat ini klub-klub sepak bola yang murni dibina oleh pemerintah daerah atau didirikan oleh kalangan swasta.

Walhasil, remaja-remaja putri berusia 17-23 tahun dapat berseliweran di lapangan rumput seperti yang terlihat di Piala Pertiwi Palembang, 3-14 Desember 2017. Remaja-remaja bertubuh profosional dan berwajah belasan ini kontan merasakan kerasnya kompetisi sepak bola yang diikuti 12 provinsi itu.

Kesebelasan Papua vs Bali pada Piala Pertiwi di Palembang, Rabu (6/12).(ANTARA Sumsel/Dolly Rosana)

Beberapa pemain sampai membuat decak kagum penonton lantaran aksinya bak anak laki-laki karena demikian lincah ketika menggiring bola, dan berani membuat gerakan tipu-tipu dalam mengecoh lawan. Sajian langka ini terlihat ketika atlet-atlet dari Tim Papua dan Tim Kalimantan Barat bertemu di partai final.

Ketua Tim Pencari Bakat PSSI, Danurwindo, mengatakan terdapat perbedaan mendasar antara sepak bola putri tempo dulu dengan era milenial kini.

Mereka yang berlaga di kompetisi senior yakni Piala Pertiwi ini merupakan remaja-remaja putri berusia belasan, sehingga tak heran jika mampu menyuguhkan skill yang tak kalah dari laki-laki.

"Sudah terlihat ada skill-nya, selain itu sudah lebih modern permainannya. Sudah tahu cara membangun serangan dan ketika diserang lawan. Jadi yang menonton juga sangat terhibur," kata Danurwindo.

Hanya saja, yang tidak dapat dipungkiri yakni kurangnya jam terbang karena tidak ada kompetisi yang berjenjang dan berkesinambungan di sektor sepak bola putri.

Dengan fakta seperti ini, PSSI bertekad akan menelurkan kompetisi profesional karena melalui kompetisi pula dapat dilahirkan pesepbola andal untuk memperkuat Tim Nasional.

Pada tahap awal ini, PSSI akan menjaring 40 atlet terbaik di Piala Pertiwi, kemudian juga akan bersafari ke daerah-daerah untuk menemukan bibit berbakat.

"Intinya pemassalan dulu. Setelah banyak yang suka seperti ini, maka dipastikan bibit-bibit berbakat akan bermunculan. Tinggal lagi menyiapkan muaranya yakni kompetisi," ujar dia.

Terkait kompetisi, hal ini yang juga diharapkan pesepak bola asal Persimura, Sumatera Selatan, Nurlaili. Ia yang sudah lima tahun berkecimpung di sepak bola berharap bisa meniti karir sebagai pesepak bola profesional.

Menurutnya, sudah sepatutnya kompetisi profesional itu ada di Indonesia seperti yang sudah dilakukan negara-negara lain di Asia yakni Jepang dan Korea.

"Kami ingin sepak bola putri ini ada juga liga-nya seperti Liga 1, Liga 2 dan Liga 3," kata pemain Timnas ini.
Liga 3
Kompetisi sepak bola wanita dalam negeri telah digaungkan melalui Piala Pertiwi sejak tahun 2006. Namun kompetisi ini mengalami pasang surut, bahkan ikut terhenti ketika Indonesia menerima sanksi dari FIFA pada tahun 2016 lalu.

Kemudian, ruang bagi perempuan pun menjadi sempit yakni hanya di Pekan Olahraga Nasional (PON) dengan menjadi wakil dari daerah.

Kali ini ajang Pertiwi Cup kembali digelar untuk sekaligus tes event Piala Pertiwi di Palembang, 3-13 Desember 2017.

Sebanyak 12 provinsi ambil bagian yakni Kalbar, Jambi, Jabar, Sumsel, DI Yogyakarta, Bengkulu, Papua, Bali, Banten, Babel, Jawa Tengah dan Sulsel.

Kebangkitan Piala Pertiwi ini diharapkan menjadi pelecut untuk menggelorakan kembali sepak bola putri.

Untuk itu, PSSI menargetkan kompetisi profesional sepak bola wanita Liga 3 bergulir pada 2019 untuk merespon permintaan sejumlah daerah.

Anggota Exco PSSI Papat Yunisal di Palembang mengatakan, PSSI sudah berminat untuk menggelar pada 2018 namun terkendala belum terbentuknya Asosiasi Sepak Bola Wanita.

Kini asosiasinya sudah terbentuk di Palembang pada 8 Desember lalu, sehingga diharapkan rencana menggelar kompetisi profesional bisa segera diwujudkan.

kendala lain yang menghadang kemungkinan kompetisi sepak bola putri tidak bisa dilaksanakan tahun mendatang adalah karena terdapat sejumlah agenda kompetisi internasional yang harus diikuti Timnas pada 2018.

PSSI diminta menyiapkan Timnas putri untuk Piala AFF pada Maret dan Tim Asian Games untuk bertanding pada Agustus 2018.

Ketua Asprov PSSI Sumsel Musni Wijaya mengatakan bahwa Sumsel sangat berminat untuk berkompetisi profesional karena telah memiliki klub Persimura yang dibina oleh Pemerintah Kabupaten Musi Rawas.

Menurutnya, tanpa kompetisi akan sulit untuk melakukan pembinaan berkesimbungan.

Patut menjadi catatan bahwa membina tim sepak bola ini tidak semudah membina cabang olahraga lain. Jika merujuk pada dana yang harus dikeluarkan maka setidaknya dalam satu musim kompetisi harus mengeluarkan dana hingga miliyaran rupiah untuk biaya pertandingan home dan away, dan pemusatan latihan setidaknya 10 bulan.

Bagi kabupaten/kota tentunya hal ini tidak mudah di tengah keterbatasan dana. Sehingga, menurut Musni, jika ada pemerintah kabupaten yang berminat maka patut diancungi jempol.

Kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) sudah memahami hal itu sehingga telah merancang program untuk memajukan sepak bola wanita di Tanah Air.

Anggota Exco PSSI 2016-2020 Komite Sepak Bola Wanita Papat Yunisal mengatakan selain merencanakan liga profesional, PSSI juga akan membuat aturan baru pada Liga Danone usia muda yakni mewajibkan ada dua atlet perempuan dalam satu tim.

"Selama ini sifatnya hanya imbauan, tapi untuk Liga Danone mendatang menjadi wajib," kata Papat.

Menurutnya, "pemaksaan" ini harus dibutuhkan untuk menstimulus bangkitnya sepak bola wanita. Indonesia sejatinya telah memunculkan sepak bola bagi kaum hawa ini pada era tahun 70-an, tapi kini justru mandek di tengah maraknya sepak bola profesional untuk kaum pria.

Papat mengatakan bukan hanya dari sisi kompetisi, PSSI juga berencana masuk ke bidang pendidikan dengan menganjurkan sekolah-sekolah memiliki ekstrakurikuler sepak bola wanita.

PSSI pun bersedia memberikan subsidi dengan memberikan pelatihan bersertifikat bagi guru sekolah untuk mendorong program tersebut.

Timnas wanita pertama kali bertanding pada tahun 1977 di Kejuaraan AFC Wanita dengan finis pada peringkat 4. Sementara, di era sekarang, Timnas terakhir bertanding pada 2015 pada Piala AFF.

Jika kompetisi sepak bola wanita di Tanah Air ini digelorakan, bukan tidak mungkin prestasi itu muncul di sektor putri.