Bea masuk "intangible googds" untuk prinsip keadilan

id bea cukai, biaya masuk barang, impor indonesia, level playing field, Kementerian Koordinator Perekonomian

Bea masuk "intangible googds" untuk prinsip keadilan

Ditjen Bea Cukai (ANTARA Sumsel)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengatakan bea masuk bagi barang-barang tak berwujud (intangible goods) diupayakan untuk menciptakan "level playing field" atau keadilan.

"Prinsipnya, pemerintah akan membuat 'level playing field' yang bagus antara bisnis konvensional dan 'intangible goods'," kata Heru ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa malam.

Dia mengatakan bahwa terkait tarif, mekanisme pengenaan, dan waktu berlakunya bea masuk 'intangible goods' sedang dikomunikasikan dengan industri dalam negeri yang memiliki kepentingan terhadap bisnis terkait.

"Yang bisa saya pastikan bahwa kami akan berbicara dengan pihak terkait, seperti pelaku bisnis di dalam negeri yang sekarang sudah dikenakan pajak," ucap dia.

Heru juga menjelaskan bahwa akan ada penyesuaian secara teknis mengenai bea masuk untuk barang tak berwujud.

"Karena tidak bisa menerapkan prosedur yang konvensional di digital. Harus ada modifikasi," ucap dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bea masuk untuk barang tak berwujud diharapkan bisa dilakukan pada tahun depan. Contoh barang tak berwujud tersebut antara lain buku digital (e-book) dan perangkat lunak.

Kemenkeu masih mengkaji rencana pengenaan bea masuk terhadap barang tak berwujud tersebut, salah satunya terkait tata kelola pengenaan pungutan yang hingga kini belum ditetapkan oleh World Customs Organization (WCO).

Di tengah makin berkembangnya perdagangan dalam jaringan (e-commerce), pengenaan bea masuk terhadap 'intangible goods' sendiri berpotensi menjadi penerimaan negara.

Beberapa negara termasuk Indonesia mengajukan permintaan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) agar bea masuk terhadap barang tak berwujud bisa dikenakan di 2018.

Moratorium WTO sendiri pertama kali dicanangkan pada 20 Mei 1998 dalam Second Ministerial Conference di Jenewa, Swiss. Konferensi serupa dijadwalkan berlangsung pada 10-13 Desember 2017 di Argentina.

Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, pemerintah tidak perlu meminta izin ataupun melobi WTO untuk mengenakan bea masuk tersebut karena moratorium sendiri akan berakhir pada 31 Desember 2017 mendatang.
    
Dalam moratorium WTO tersebut, negara-negara berkembang disebutkan tidak boleh mengenakan bea masuk atas barang tak berwujud yang diperdagangkan secara elektronik.

"Begitu Januari, itu boleh. Tidak perlu lobi dulu, itu akan berlaku sebagaimana itu berlaku," ujar Darmin usai menjadi pembicara kunci dalam Seminar Outlook Industri 2018 di Jakarta, Senin (11/12).