Pembalakan liar di Kampar Riau merajalela

id kayu, pembalakan liar, Bukit Rimbang Baling, kayu, Kawasan Suaka Margasatwa, perahu, perambahan hutan, kayu dihanyutkan, SUNGAI

Pembalakan liar di Kampar Riau merajalela

Dokumentasi- Warga membawa kayu melalui sungai (ANTARA/Rian Anggoro )

Pekanbaru (ANTARA Sumsel) - Pembalakan liar yang membabat hutan alam di dalam Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Baling di Kabupaten Kampar, Riau, makin merajalela.

Penelusuran Antara di Bukit Rimbang Baling sejak Rabu (6/12) hingga Kamis, menemukan indikasi bahwa kejahatan lingkungan di kawasan konservasi itu berlangsung secara terorganisir. Aktivitas pembalakan kayu secara besar-besaran sudah terlihat jelas sejak di Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri, yang merupakan desa terluar serta jadi pusat aktivitas warga dari dan menuju Bukit Rimbang Baling.

Lokasi itu menjadi titik pengumpulan kayu dari dalam kawasan konservasi dan sekitarnya. Tindakan melawan hukum ini sangat kasat mata terlihat, bahkan terang-terangan. Kayu berbentuk gelondongan dan papan terlihat memenuhi dermaga di tepi Sungai Subayang, yakni sungai yang membelah Bukit Rimbang Baling.

Kayu-kayu dibentuk rakit dan ditarik menggunaka perahu kayu melalui Sungai Subayang ke Desa Gema. Pada hari tertentu akan ada mobil truk yang menjemput kayu-kayu itu di dermaga Desa Gema.

Berdasar Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: 173/Kpts-II/1986 dan SK Gubernur I Riau Nomor Kpts.149/V/1982, kawasan Bukit Rimbang Baling seluas 136.000 hektare (ha) ditetapkan sebagai suaka margasatwa. Masalah kemudian muncul karena sudah ada desa-desa di dalam kawasan itu, sedangkan sesuai aturannya kawasan suakamargasatwa tidak boleh ada aktivitas manusia kecuali untuk riset, pendidikan dan wisata terbatas.

Pengelolaan dan pengamanan Kawasan Suaka Margasatwa (KSM) Bukit Rimbang Baling adalah tanggung jawab dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, khususnya Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sebagai perwakilan didaerah. Kenyataannya pembalakan kayu secara ilegal seperti tanpa ada penindakan hukum yang berarti.

Pembalakan liar di kawasan konservasi tersebut melibatkan warga setempat mulai dari penebangnya hingga di titik pengumpulan di Desa Gema. Kuat dugaan mereka juga punya "kaki-tangan" hingga ke aparat penegak hukum sehingga berani beraktivitas terang-terangan. Apabila ada rencana razia maupun penangkapan, informasi bisa dibocorkan oleh "pembisik" mereka.

"Banyak yang terlibat, bang. Orang-orang di desa, toke kayu (pemodal), sampai kabarnya polisi ada juga. Tapi yang tidak ikut-ikutan hanya bisa diam saja karena takut," kata warga yang tidak bersedia namanya dituliskan karena alasan keamanan.

Ia mengatakan masalah pembalakan kayu sudah lama berlangsung di Bukit Rimbang Baling, namun baru sekitar setahun terakhir berlangsung sangat terbuka. Nyaris setiap hari mulai pagi hingga petang kayu terus "mengalir" di Sungai Subayang. Kuat dugaan kayu-kayu tebangan ditampung oleh pengusaha lokal di Kampar.

Pembalakan liar itu sempat menjadi pemicu banjir bandang pada 2011, yang menghancurkan permukiman warga di sana.

"Semenjak harga getah karet turun, makin banyak warga beralih mencari kayu. Karena ada yang modali jadi mereka berani nebang, dan lainnya banyak ikut-ikutan," katanya.

Menurut dia, pembalakan liar hanya akan reda sedikit ketika ada pemberitaan dari media dan diikuti dengan penegakan hukum. Namun, kemudian mereka mulai lagi karena penegakan hukum yang terkesan setengah-setengah.

Sementara itu, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Siti Nurbaya, ketika dikonfirmasi berjanji akan segera mengambil tindakan. "Terima kasih infonya, saya minta Dirjen Gakkum (Penegakan Hukum) ke lapangan," ujar Siti Nurbaya melalui pesan singkatnya.

KSM Bukit Rimbang Baling di Provinsi Riau merupakan kawasan konservasi penting sebagai habitat alami bagi kelangsungan hidup flora dan satwa dilindungi, salah satunya adalah untuk harimau Sumatera (panthera tigris sumatrae) yang terancam punah. Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling diketahui sebagai kawasan prioritas jangka panjang konservasi harimau dunia.

Karena itu, mempertahankan keberadaan kawasan konservasi seluas 136.000 hektare (ha) itu sangat penting, terlebih jika koridor hutan yang menghubungkan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh dengan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling dapat terus terjaga.