Tiga terduga difteri di Sumsel dinyatakan negatif

id terduga penyakit difteri,difteri, alex noedin,gubernur sumsel, difteri negatif

Tiga terduga difteri di Sumsel dinyatakan negatif

Dokumentasi - Ruang isolasi Rumah Sakit. (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Tiga pasien terduga pengidap difteri asal Sumatera Selatan dinyatakan negatif berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium.

Gubernur Sumsel Alex Noerdin di Palembang, Selasa, mengatakan dua pasien asal Palembang dan satu pasien asal Ogan Komering Ilir dinyatakan tidak terkena difteri.

"Ke depan Sumsel akan mengetatkan kewaspadaan. Jangan sampai ini menjadi wabah," ujar Alex seusai acara peringatan Hari Aids di Griya Agung.

Difteri hingga kini masih menjadi salah satu penyakit menular yang mengancam masyarakat Indonesia yang terbukti dengan belum hilangnya status Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri di beberapa provinsi.

Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri periode Oktober dan November 2017 yakni Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Sementara itu, sampai bulan November 2017, kejadian difteri terjadi di 95 kabupaten/kota yang terletak di 20 provinsi di Indonesia.

Menanggapi hal ini, Direktur Surveilans dan Karantina Kementerian Kesehatan Jane Soepardi mengatakan kondisi ini salah satunya merupakan akibat keengganan masyarakat diimunisasi.

"KLB difteri memang ada dan melulu. 66 persen kasus difteri tidak diimunisasi. Jadi ada yang menolak vaksin, ada yang karena kesadaran kurang," kata dia kepada ANTARA News di Jakarta, Senin (4/12).

Padahal, keberhasilan pencegahan difteri dengan imunisasi sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi, yaitu minimal 95 persen.

Bila memakai tolok ukur Universal Child Immunization (UCI), suatu wilayah dikatakan merata imunisasinya jika mencapai angka lebih dari 80 persen.

Lebih lanjut, munculnya KLB difteri bisa juga karena kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah.

"Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap Difteri, karena kelompok ini tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya," tutur Jane.