Peneliti percaya pertanian pengaruhi buangan gas rumah kaca

id efek rumah kaca, pemanasan global, penelitian, bakteri, ilmuwan, gas rumah kaca, Scott Fendorf, oksigen, zat hewan, Profesor School of Earth

Peneliti percaya pertanian pengaruhi buangan gas rumah kaca

Bangunan dan tata kota yang ramah lingkungan memiliki peran besar dalam pengurangan emisi gas rumah kaca, Indonesia menargetkan pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020 dibandingkan emisi pada 1997 (ANTARA/Yudhi Mahatma )

San Francisco (Antara/Xinhua-OANA) - Para peneliti Stanford telah mendapati bahwa pemanasan global dan praktek tertentu pengolahan  tanah seperti pertanian mungkin meningkatkan buangan gas rumah kaca ke atmosfir, kata jurnal Nature Communications pada Jumat (24/11).

Satu studi baru yang dipimpin oleh Scott Fendorf, Profesor di School of Earth, Energy and Environmental Sciences di Stanford, memperlihatkan populasi bakteri kecil yang tersebar dan hidup di tanah yang haus akan oksigen, memiliki dampak sangat besar pada jumlah gas rumah kaca yang dikeluarkan ke udara.

Sebanyak sepertiga karbon dioksida yang diketahui dikeluarkan ke dalam atmosfir setiap tahun juga dipengaruhi oleh baktei yang tinggal di tanah, tempat makhluk kecil tersebut menembus tanaman dan zat hewan untuk memperoleh energi, kata studi baru yang disiarkan di jurnal itu.

Studi yang dipimpin Fendorf mendapati bahwa di kantung kecil tanah yang kekurangan oksigen, baktei yang diberi nama anaerobic microsites telah berkembang untuk mengambil energi dari benda organik tanpa oksigen.

Biasanya, tanah berisi karbon yang terperangkap di bawah tanah melalui reaksi kimia dengan mineral. Tapi karbon tersebut juga bisa tercipta setelah tanaman dan zat hewan membusuk dan diuraikan oleh mikroorganisme, sehingga menghasilkan energi buat mereka dan karbon dioksida.

Dalam percobaan laboratorium, tim Fendorf menciptakan lingkungan tempat mereka mengendalikan aliran oksigen ke sampel tanah dan mengukur produksi karbon dioksida.

Mereka mengamati bahwa ketika oksigen menjadi langka, mikroba tanah beralih dari aerobik ke pernafasan yang tidak terlalu efisien anaerobik, kata Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu siang. Hasilnya, molekul lilin dan lipid yang tak terlalu kaya akan karbon membusuk dan produksi karbon dioksida turun sampai 90 persen.

Hasil uji-coba laboratorium mereka cocok denan temuan yang diperoleh para peneliti dari studi lapangan mereka di lokasi lahan pertanian di Oregon di pantai barat AS.

Mereka mencapai kesimpulan ilmiah bahwa tak seperti kepercayaan konvensional, tanah di bagian hulu sesungguhnya berisi sangat banyak volume anarobik microsite --yang melindungi jenis tertentu molekul karbon.

Faktor alam dan kegiatan manusia, seperti iklim yang lebih hangat dan praktek pertanian manusia, dapat mengganggu microsite itu dan mengubah jumlah karbon dioksida yang dikeluarkan dari tanah ke dalam atmosfir, kata studi tersebut.

Makin hangat temperatur tanah, makin banyak kegiatan metabolik yang akan diproduksi oleh mikroba ketika mereka juga menjadi lebih hangat. Akibatnya ialah mereka mengkonsumsi lebih banyak oksigen dan menciptakan lebih banyak karon dioksia.

Perubahan pada kelembaban tanah yang berpangkal dari pengairan atau polah cuaca akan mengubah pembagian metabolisme mikroba dan angka karbon dioksida, demikian hasil penelitian Fendorf.

Temuan mereka menyoroti manfaat dari praktek pengolahan rendah dan prilaku lain penggunaan tanah yang mempengaruhi pola buangan gas rumah kaca.

Hasil tersebut akan membantu memetakan buangan karbon pada masa depan dengan lebih baik meramalkan berapa banyak karbon dioksida mungkin dikeluarkan dari tanah.

Penerjemah: C003/Chaidar