KPAI: Investasi guru jangan prinsip untung-rugi

id Komisi Perlindungan Anak, guru, mengajar, pendidikan, generasi mau, Hari Guru Nasional

KPAI: Investasi guru jangan prinsip untung-rugi

Dokumentasi - Murid Taman Kanak-kanak (TK) mengikuti pelajaran di dalam ruangan dengan luas terbatas. (ANTARA FOTO/Dewi Fajrian)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto dalam rangka Hari Guru Nasional mengatakan investasi bangsa untuk para pendidik bagi anak-anak jangan selalu menghitungnya atas dasar prinsip ekonomi untung rugi karena guru sangat menentukan masa depan bangsa.

Kepada wartawan di Jakarta, Jumat dia mengatakan guru dan wajah peradaban masa depan tidak dapat dipisahkan. Kondisi guru saat ini akan menghasilkan potret anak bangsa 15 tahun bahkan ratusan tahun ke depan.

"Maka, jika kita serius mengelola guru, sejatinya kita sedang mendesain kualitas generasi bangsa kita sekian tahun yang akan datang. Inilah yang disebut investasi besar bagi negeri," kata dia.

Menurut dia, sejauh ini sebagian orang berfikir investasi guru dimaknai dengan hitung-hitungan ekonomi. Sementara saat memperhatikan nasib guru, sekadar dimaknai sebagai balas budi atas jasa-jasa baiknya selama ini. Padahal, sejatinya setiap elemen masyarakat sedang berinvestasi besar mencetak kehandalan anak negeri melalui seorang guru.

Dia mengatakan jika sebuah bangsa ingin menginvestasikan masa depan maka harus berinvestasi guru. Guru adalah investasi bagi anak masa depan di seluruh negara.

Banyak guru, kata dia, telah mengalami peningkatan kesejahteraan, apalagi guru PNS di DKI Jakarta tentu surga bagi guru Indonesia.

Adanya kebijakan sertifikasi dari sisi peningkatan kesejahteraan ada perbaikan. Meski dari sisi manajemen perlu pembenahan agar guru fokus mendidik dan bukan lagi terbebani hal-hal lain yang berpotensi menggangu proses internalisasi nilai-nilai unggul pada anak.

Meski sebagian besar guru ada perbaikan tunjangan, kata dia, tapi masih banyak pula guru honorer dan sebagian guru sekolah swasta bersusah payah mendidik anak terutama di pelosok desa, jauh dari peradaban, bahan ajar terbatas, sumber pengetahuan minimal, ditambah upah yang tak sebanding dengan perjuangannya mendidik anak negeri.

"Bayangkan, saat ini masih ada guru yang pekerjaannya begitu mulia digaji Rp200-350 ribu per bulan. Tetapi nafas perjuangannya untuk mendidik anak tak padam. Belum tahu pasti, mengapa guru-guru ini tetap betah mengabdi, di tengah biaya hidup yang tidak ringan. Yang pasti, dedikasi guru-guru ini sangat besar bagi anak bangsa," kata dia.

Susanto mengatakan kendala tersebut sedikit banyak merupakan tantangan mewujudkan guru ramah anak. Memang faktor terbesar untuk mewujudkan guru ramah anak adalah kualitas cara berfikir. Namun, lemahnya ekonomi guru, tampaknya juga berdampak bagi performa guru Indonesia.

Problem anak, kata dia, semakin kompleks seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang tak terbendung. Perundungan, kejahatan pornografi, trafiking, kejahatan berbasis siber bahkan radikalisme telah menjadi penyakit baru yang jika guru tak mampu mendeteksi dan mencegah, hal itu berpotensi melemahkan kualitas anak bangsa ke depan.

Pada guru, lanjut dia, warga negara menitipkan negara. "Pada pundaknya, kita akan mengukir nama besar Indonesia di kemudian hari dan pada pundaknya, kita akan memastikan kualitas peradaban kita," kata dia.

Dia mengatakan untuk masa depan bangsa tidak ada kata lain selain memuliakan guru agar namanya tetap harum. Karena, tak ada bangsa yang besar tanpa peran seorang guru.

"Belajarkan guru, agar tak mudah goyah, tak mudah putus asa dan tak mudah marah ketika ada siswa yang perlu sentuhan pendidikan yang ramah. Bangkitkan jiwa guru, agar memiliki etos pendidik sejati, bukan semata bekerja dengan hitungan hari. Selamat Hari Guru, semoga guru Indonesia semakin kompetitif," kata dia.