Jumlah perokok paling tinggi di pedesaan

id rokok, perokok, jumlah perokok terbanyak, kelompok miskin, menghisap rokok, makanan bergizi, Pengembangan Kesehatan, Kemenkes, Siswanto

Jumlah perokok paling tinggi di pedesaan

Ilustrasi (ANTARA Sumsel/REUTERS/Christian Hartmann)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Nunik Kusumawardani mengatakan jumlah perokok paling tinggi di perdesaan dan pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah.

"Prevalensi perokok di perdesaan dua kali lebih tinggi dari di perkotaan. Tujuh dari 10 masyarakat yang tidak lulus sekolah dasar adalah seorang perokok," kata Nunik dalam peluncuran buku yang diterbitkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan di Jakarta, Rabu.

Nunik mengatakan rokok paling membebani kelompok miskin karena belanja rumah tangga untuk rokok menempati urutan ketiga paling tinggi setelah beras dan pangan, lebih tinggi daripada pengeluaran untuk makanan bergizi.

Secara umum, konsumsi tembakau di Indonesia memang cenderung meningkat selama dua dekade terakhir, sejak 1995 hingga 2013.

Pada rentang waktu tersebut, perokok laki-laki meningkat dari 53,4 persen menjadi 66 persen sedangkan perokok perempuan meningkat tujuh kali lipat dari 1,7 persen menjadi 6,7 persen.

"Persentase rata-rata pengeluaran per bulan per kapita untuk tembakau pada kondisi terakhir pada 2014 masih dalam posisi tertinggi ketiga setelag produk makanan kemasan dan serealia, serta lebih tinggi dari pengeluaran per kapita untuk sayuran dan buah serta makanan sumber protein," tuturnya.

Lembaga Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan menerbitkan buku "Health and Economic Cost of Tobacco in Indonesia".

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Siswanto mengatakan buku tersebut merupakan hasil kolaborasi para peneliti dari Balitbangkes dan perguruan tinggi.

"Buku ini perlu diadvokasi kepada para pemangku kepentingan terkait pengendalian tembakau sebagai upaya menurunkan angka penyakit tidak menular," katanya.

Selain Nunik, peneliti lain yang terlibat dalam penyusunan buku itu adalah peneliti Balitbangkes Kemenkes Soewarta Kosen, peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany dan peneliti Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Santi Martini.