Ini penyebab populasi orang hutan lambat

id orangutan, monyet, kera, konservasi orang utan, pembukaan lahan, perburuan, kebakaran hutan

Ini penyebab populasi orang hutan lambat

Dokumentasi - Orangutan albino berusia lima tahun ini tengah dirawat secara intensif di BOS Nyaru Menteng, Palangka Raya, Senin (1/5). Orangutan albino ini menjadi temuan pertama di wilayah Kalimantan. (ANTARA/BOS Nyaru Menteng)

Samarinda (ANTARA Sumsel) - Ahli orangutan dari Universitas Mulawarman Samarinda, Kalimantan Timur, Yaya Rayadin mengungkapkan bahwa terdapat lima isu yang menghambat populasi dan perkembangan orangutan Kalimantan, sehingga hal ini harus disikapi bersama.

"Lima isu itu adalah terkait masalah kebijakan, kemudian kapasitas sumber daya manusia, kegiatan pembukaan lahan di kawasan habitat orangutan, adanya perburuan, dan terjadinya kebakaran hutan," ujar Yaya di Samarinda, Rabu.

Dari sisi kebijakan, lanjutnya, masih ada tantangan pertanggungjawaban atas konflik orangutan dan manusia, seperti ketika ada  konflik orangutan dengan manusia, maka persepsi pemerintah daerah di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten, tanggung jawab penyelesaiannya ada di Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem atau Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Padahal, menurut Yaya, konflik terjadi salah satunya karena keluarnya izin konversi kawasan hutan yang statusnya APL (Areal Penggunaan Lain) untuk konsesi perkebunan, pertambangan maupun untuk pengelolaan hutan.

Isu kedua adalah tentang peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Konflik orangutan dan manusia bisa tertangani dengan baik bila tahu cara penanganannya. Kini mayoritas perusahaan pemegang konsesi (sawit, tambang, hutan) sudah memiliki satuan tugas (satgas) orangutan.

"Keberadaan satgas pengelolaan dan pemantauan jenis-jenis satwa yang dilindungi, khusunya orangutan di unit manajemen menjadi satu prasyarat dalam sertifikasi produk mereka baik untuk sawit berkelanjutan (ISPO/RSPO), maupun pengelolaan hutan lestari (FSC/PHPL)," katanya.

Kondisi ini menjadikan konflik di kawasan perusahaan di Kaltim sudah menurun, namun konflik justru masih ditemukan di perkebunan masyarakat sehingga harus dicarikan solusi penangaannya.

Alternatif termudah adalah memberdayakan satgas perusahaan yang lokasinya berdekatan dengan kebun masyarakat, kemudian sosialisasi yang intensif.

Sejumlah satgas terlatih yang berada dalam perusahaan terbukti mampu membantu mengendalikan konflik orangutan yang masuk di wilayah masyarakat, namun ke depan diperlukan peningkatan kapasitas masyarakat dalam meredam konflik dengan orangutan.

Isu ketiga yang terkait pembukaan kawasan, sehingga banyak kawasan habitat orangutan membuat primata besar ini ditemukan di tempat-tempat yang dulu tak pernah terpikirkan, seperti kawasan Delta Mahakam yang notabene didominasi mangrove dengan satwa kunci bekantan, namun di sini pernah ditemukan orangutan.

Begitu pula jalan-jalan di sepanjang Berau menuju Kecamatan Kelay, Kutai Timur, kanan-kirinya sudah terlihat sarang orangutan. Pemandangan serupa juga ditemukan di kawasan Sebulu yang jalanannya sudah bisa terlihat sarang orangutan.

Keempat adalah adalah perburuan yang bukan bermaksud memburu orangutan, namun orangutan terperangkap alat jerat berburu babi atau rusa  yang menyebabkan orangutan terperangkap, kemudian cidera.

"Kelima adalah kebakaran hutan. Bencana ini jelas menggangu kawasan orangutan karena semakin sedikit area tempat pergerakan orangutan. Akibat dari lima ancaman tersebut, populasi orangutan kini tersebar di mana mana baik di dalam maupun di luar habitat," tuturnya.