Nasib hutan mangrove kian menyedihkan

id hutan, mangrove, hutan mangrove, lingkungan, pelestarian, satwa, konservasi

Nasib hutan mangrove kian menyedihkan

Dokumentasi - Foto udara lokasi ekowisata Tracking Mangrove di Desa Langge, Kabupaten Gorontalo Utara, Gorontalo, Minggu (15/1/2017). (ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin)

Bombana, Sultra (ANTARA Sumsel) - Kondisi hutan bakau atau mangrove di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra) semakin rusak akibat aktivitas perekonomian yang tidak terkendali dan kesadaran pelestarian sumberdaya alam wilayah pesisir yang masih rendah di kalangan lintas pelaku.

Pantauan Antara di Kabupaten Bombana, Minggu, sebagian besar hutan mangrove di wilayah tersebut, telah mengering dan rata dengan tanah.  
   
"Dulu hutan mangrove tumbuh subur di sepanjang pinggir laut Desa Mapila dan sebagian wilayah di Desa Watumentade dan Desa Tunas Baru Kecamatan Rarowatu, Kabupaten Bombana," ungkap Ismail warga Desa Watumentade.

Perambahan kawasan hutan mangrove yang dilakukan masyarakat di sekitar kawasan hutan mangrove untuk membuka areal tambak dan penggunaan kayu vegetasi mangrove sebagai bahan bangunan, kayu bakar, dan arang yang dilakukan penduduk asli, karena mahalnya bahan bakar, membuat kerusakan hutan mangrove semakin meluas.

"Belum lagi aktivitas penambangan di sekitar hutan mangrove seperti nikel dan emas, membuat kondisi lingkungan di sekitar hutan dan lingkungan secara umum juga semakin parah," katanya, menambahkan.

Kerusakan lingkungan pesisir di beberapa wilayah di Sulawesi Tenggara akibat maraknya pertambangan nikel, dinilai kian mengkhawatirkan. Pemerintah harus mulai memisahkan sektor pertambangan dari sektor kehidupan lain, jika ingin semua aspek berjalan selaras.

Kabupaten Bombana memiliki hutan mangrove seluas 11.020,47 hektare, dengan Kecamatan Rarowatu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bombana yang memiliki hutan mangrove seluas lebih dari 3.000 hektare dan sekitar 1.500 Ha telah rusak (BPS Kabupaten Bombana, 2008).

Total luas hutan mangrove di Indonesia adalah 25 persen dari keseluruhan hutan mangrove dunia yang tersebar di 90 ribu kilometer garis pantai. Namun laju kerusakan hutan mangrove di Indonesia merupakan yang tercepat dan terbesar di dunia.

Direktur Eksekutif Yayasan Keanekaragaman Hayati (Kehati) M.S. Sembiring mengutip data Food and Agriculture Organization (FAO) pada 2007, menyebutkan dalam tiga dekade terakhir, Indonesia kehilangan sekitar 40 persen luas hutan mangrove.

Kerusakan hutan mangrove lebih banyak akibat alih fungsi menjadi tambak, permukiman, industri, dan perkebunan. Bukan saja akibat alih fungsi lahan mangrove, tapi juga akibat pembalakan liar. Kayu mangrove dicuri untuk dijadikan material bangunan, kapal, batu arang, dan kayu bakar. Termasuk akibat pembuangan limbah industri yang mematikan tanaman mangrove.