Pemeriksaan Setnov tidak perlu izin

id Jusuf Kalla, wapres, pemeriksaan, saksi, kpk, komisi pemberantasn korupsi, saksi, ktp elektronik

Pemeriksaan Setnov tidak perlu izin

Wakil Presiden Jusuf Kalla. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan bahwa pemeriksaan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto terkait penetapan politisi Partai Golkar tersebut sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan KTP-E tidak memerlukan izin Presiden Joko Widodo.

Wapres Kalla mengatakan hal tersebut di Jakarta, Selasa, menanggapi sikap Setya Novanto yang tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan beralasan bahwa lembaga tersebut harus mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo.

"KPK tidak butuh izin untuk memeriksa, kalau polisi memang. Tapi kalau KPK ada UU sendiri, tidak perlu izin Presiden," kata Wapres Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta.

Ia meminta Setya Novanto untuk menaati proses hukum yang berjalan.

Beberapa waktu lalu beredar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama Ketua DPR Setya Novanto, yang ditandatangani oleh Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aris Budiman pada 3 November 20117.

"Saya tidak tahu apakah sudah (tersangka) atau tidak. Tapi apapun, sebagai pimpinan DPR dia harus taat kepada hukum yang dibuat oleh DPR sendiri," katanya.

KPK pernah menetapkan Setnov sebagai tersangka kasus KTP-E pada 17 Juli 2017 namun pada 29 Septeber 2017 hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Cepi Iskandar mengabulkan gugatan praperadilan Setya Novanto sehingga menyatakan bahwa penetapan Ketua DPR itu sebagai tersangka tidak sesuai prosedur.

Hakim berkesimpulan bahwa penetapan tersangka yang dilakukan oleh KPK tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KUHAP, dan SOP KPK.

Sebelumnya beredar foto surat dengan kop dan cap KPK bernomor B-619/23/11/2017 perihal pemberitahuan dimulainya penyidikan tertanggal 3 November 2017.

Di dalam surat itu disebutkan bahwa pada Selasa, 31 Oktober 2017 telah dimulai penyidikan perkara tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP Elektronik) tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri.

Tindak pidana korupsi tersebut diduga dilakukan Setya Novanto bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjono, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman selaku Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri dan Sugiharto selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dirjen Dukcapil Kemendagri dan kawan-kawan.