Palembang tertarik memiliki insinerator sampah

id sampah, tpa, walikota, harnojoyo, insinerator

Palembang tertarik memiliki insinerator sampah

Dokumentasi - Aktivitas di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sukawinata Palembang (ANTARA Sumsel/Feny Selly).

Palembang  (ANTARA Sumsel) - Wali Kota Palembang Harnojoyo mengatakan pemerintah kota tertarik memiliki insinerator (tungku pembakaran) sampah untuk menyelesaikan persoalan menggunungnya sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sukawinatan.

"Untuk kota seperti Palembang memang dibutuhkan langkah efektif untuk mempercepat pengurangan tumpukan sampah, salah satu alternatifnya menggunakan insinerator," kata Harnojoyo di Palembang, Sabtu.

Ia mengatakan selama ini sampah yang dikumpulkan itu tidak semuanya dapat dikelola bank sampah, para pemulung, dan lainnya.

Akan tetapi, untuk memuluskan rencana ini bukan perkara mudah karena untuk membuat satu inserator dibutuhkan dana cukup besar karena teknologi yang digunakan tergolong canggih.

Sehingga, ia melanjutkan, wajar saja jika teknologi ini belum ada yang menggunakan di Indonesia.

Untuk itu, pemkot berupaya menggandeng pihak swasta atau negara donor, salah satunya Jepang.

"Beberapa pertemuan sudah dilakukan dengan JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk membicarakan adanya investor yang akan menanamkan modalnya terkait pengelolaan sampah dengan insinerator ini," kata Harnojoyo.

Persoalan sampah di Kota Palembang tidak dapat dipandang sepele karena volumenya terus bertambah seiring dengan pertumbuhan kota menjadi kota metropolitan.

Data Pemkot Palembang menyebutkankan volume sampah perhari mencapai 850 ton-900 ton, sedangkan pada hari libur mencapai 1.200 ton.

Tentunya, volume ini akan bertambah saat perhelatan Asian Games, Agustus 2018.

Komunitas Masyarakat Peduli Sungai dan Banjir di Kecamatan Ilir Barat II mempelajari cara pengelolaan sampah yang diharapkan dapat menjadi salah satu bank sampah di Kota Palembang.

Instruktur pengelolaan sampah dari Universitas Muhammadiyah Palembang Erna Yuliwati  mengatakan, pembelajaran yang diberikan yakni bagaimana caranya mengelola sampah non-organik menjadi benda yang beralih fungsi, dan sampah organik menjadi pupuk kompos.

"Kami sebut biang kompos yang ramah lingkungan karena juga terbuat dari limbah rumah tangga," kata dosen teknik kimia universitas Muhammadiyah ini.

Menurutnya, dengan menggunakan biang kompos buatan ini maka proses penguraian sampah menjadi kompos akan lebih cepat ketimbang menggunakan biang yang ada di pasaran.

"Biasanya butuh  30 hari namun dengan biang buatan ini hanya butuh 15 hari," ujar dia.