Pemilik perkebunan rakyat didorong miliki sertifikat ISPO

id sertifikat, ISPO, perkebunan, kepala sawit, cpo, Lanskap Taman Nasional Sembilang

Pemilik perkebunan rakyat didorong miliki sertifikat ISPO

Dokumentasi - Seorang petani sedang mengumpulkan hasil panen kelapa sawit (FOTO ANTARA)

Palembang  (ANTARA Sumsel) - Pemilik perkebunan rakyat di Sumatera Selatan didorong memiliki sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System) untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia.

Direktur Pengelolaan Lanskap Taman Nasional Sembilang dan Suaka Margasatwa Dangku (Kelola Sendang) Damayanti Buchori di Palembang, Jumat, mengatakan, program di tahun ini akan mendorong kepemilikan sertifikat ISPO di perusahaan perkebunan kelapa sawit, perkebunan plasma, dan perkebunan rakyat.

"Setelah mematangkan program pada 2016 maka pada 2017 memasuki tahapan implementasi, yakni mendorong kepemilikan sertifikat ISPO," kata dia.

Ia mengatakan sertifikat ISPO ini sangat perlu, terlepas memang kewajiban dari pemerintah, karena saat ini penggunaan CPO bukan hanya untuk makanan tapi juga kosmetik.

"Semakin luas cakupannya, membuat pembeli menginginkan kepastian bahwa sawit ini ditanam dengan cara tidak merusak lingkungan," ujar Damayanti.

Damayanti mengatakan untuk mendorong kepemilikan sertifikat ISPO ini, pengelola program yang dikoordinasi Zoological Society of London (ZSL) dengan anggota The Suistainable Trade Iniatiative (IDH), Deltares, SNV Netherlands Development Organization, Daemeter Consulting, dan Forest People Programme (FPP), telah menggandeng sejumlah perusahaan sawit di Sumsel.

"Karena tahun ini sudah harus implementasi maka sudah dilakukan kerja sama dengan perusahaan sawit, salah satunya pemasangan alat smart tool untuk monitoring lingkungan. Saat ini ada 4-5 perusahaan holding yang menerapkannya," kata dia.

Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Menko Perekonomian Darmin Nasution (kanan), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman (kedua kiri) dan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex (kiri) berbincang di tengah perkebunan sawit . (ANTARA Sumsel/Nova Wahyudi/17 )

Terkait Pengelolan Lanskap Sembilang-Dangku ini, beberapa hal juga masih menjadi pekerjaan rumah, di antaranya restorasi lahan gambut karena masih dijumpai adanya gambut dalam yang dimanfaatkan untuk perkebunan sawit.

Selain itu, penyebaran keanekaragaman hayati di dalam kawasan Sembilang-Dangku, penyelesaian konflik lahan antarwarga dan perusahaan. Sejauh ini tim Kelola Sendang sudah membantu menyelesaikan konflik di Desa Pulau Gading, Musi Banyuasin.

"Rencananya program ini akan berakhir pada Maret 2018. Tentunya, kami memiliki indikator dan paramater apakah target yang diusung sudah tercapai apa belum. Salah satu indikatornya adalah bagaimana praktik perkebunan di Sembilan-Dangku mampu meningkatkan kegiatan ekonomi, tapi tetap tidak merusak lingkungan," kata dia.

Sebelumnya, dua lokasi ini dipilih karena sangat rawan terjadi pengalihfungsian lahan akibat tingginya kebutuhan manusia, dan bencana kebakaran hutan dan lahan. Sembilang-Dangku memiliki luas 1,6 juta hektare dengan 145 ribu rumah tangga, 465 ribu jiwa.