Pemasukan sekolah berkurang sejak pengelolaan di Provinsi

id sekolah, smk, sma, pengelolaan, pendidikan, pendapatan, apbd, pembayaran, guru, honor

Pemasukan sekolah berkurang sejak pengelolaan di Provinsi

Ilustrasi- Proses belajar di dalam kelas. (Antarasumsel.com/Feny Selly/Aw)

Kediri (ANTARA Sumsel) - Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) VI Kediri, Jawa Timur,  Abdul Basith menyebutkan, pengelolaan sekolah ke provinsi memengaruhi pemasukan sekolah sebab sebelumnya mendapatkan bantuan dari APBD Kota Kediri.

"Pastilah, dulu subsidi dari pemkot di luar SPP kisaran Rp1 miliar satu tahun dan itu untuk biaya rutin," kata Kepala SMAN VI Abdul Basith di Kediri, Senin.

Tahun ini belum ada subsidi, tapi tahun depan harapannya sudah bisa mendapatkan kompensasi yang hilang dari pemkot. "Ketika ini belum, program sekolah jika tetap jalan, melibatkan partisipasi masyarakat dan itu yang kami lakukan," katanya.

Ia mengatakan, pihak sekolah mengakui terdapat beberapa rencana untuk memperbaiki ruang belajar di sekolah. Namun karena terkendala dengan anggaran akhirnya membicarakan dengan komite sekolah guna mencari jalan keluar.

Salah satunya dengan menaikan SPP (sumbangan pembinaan pendidikan) Rp200 ribu per siswa.

SPP di sekolah ini, kata dia, memang naik drastis. Jika sebelumnya mendapatkan subsidi dari pemkot, pihak sekolah menerapkan SPP untuk siswa asal Kota Kediri sebesar Rp30 ribu per bulan dan siswa luar Kediri sebesar Rp138 ribu per bulan.

Namun dengan kebijakan pengelolaan sekolah SMA/SMK ke provinsi, akhirnya dinaikan menjadi Rp200 ribu.

Sesuai dengan ketentuan di provinsi, uang SPP seharusnya Rp120 ribu per bulan, tapi pihak sekolah berencana memperbaiki sejumlah fasilitas sehingga SPP menjadi Rp200 ribu per bulan.

Untuk perincian, sisa dana Rp80 ribu tersebut dimanfaatkan untuk revitalisasi atau perbaikan gedung.

Pihak sekolah merencanakan membangun gedung yang diprediksi membutuhkan dana hingga Rp500 juta, sementara untuk perbaikan dua ruang kegiatan belajar serta satu UKS membutuhkan anggaran hingga lebih dari Rp700 juta dan semuanya dari partisipasi masyarakat, orangtua, atau wali murid.

Selain itu, terdapat beberapa kekurangan fasilitas misalnya parkir dan sejumlah fasilitas lainnya.

Fasilitas itu di luar seperti parkir, kelengkapan ruang kelas, misalnya kipas. Kalau AC (pendingin ruangan) belum kuat sehingga diberi kipas.

Fasilitas lain, seperti laboratorium fisika belum punya. "Jadi kami programkan dulu," katanya.

Untuk toilet yang dikeluhkan kotor, sebenarnya sudah ada pegawai yang ditugaskan untuk kebersihan rutin. "Kotor itu karena dipakai. Jika pagi setiap hari bersih, tapi setiap hari 'kan juga dipakai," katanya.

Dia mengatakan, jumlah murid yang bersekolah di SMAN VI Kediri lebih dari 1.000 orang. Hingga kini belum semua murid membayar biaya yang telah ditetapkan itu. Namun sejumlah murid telah mengajukan keringanan dan disetujui sekolah.

"Bagi yang keberatan, kami persilakan mengajukan keringanan. Hingga kini yang belum bayar sekitar 400 anak. Ini kami akomodasi, diperhatikan sesuai dengan kemampuan per siswa. Faktanya kami beri keringanan yang merasa keberatan," katanya.

Untuk siswa dari keluarga tidak mampu, Abdul mengatakan, mereka diperkenankan mengajukan surat keberatan dengan disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari lurah setempat. Dengan itu, pihak sekolah bisa langsung memproses untuk mengurangi biaya SPP tersebut.

Sebelumnya, ratusan pelajar SMAN VI Kediri, unjuk rasa di sekolah mereka. Para pelajar itu keberatan karena SPP yang dinilai mahal serta fasilitas di sekolah yang dinilai kurang maksimal. Sempat terjadi dialog antara para pelajar dengan kepala sekolah, tapi tetap buntu.