Indonesia kekurangan 2.500 pialang bursa berjangka

id pialang, bursa berjangka, Bachrul Chairi, bappepti

Indonesia kekurangan 2.500 pialang bursa berjangka

Kepala Cabang PT Rifan Financindo Palembang Eko Budhi Prasetyo (dua dari kiri) memberikan bantuan kotak sampah ke perwakilan Pemerintah Kota Palembang di Palembang, Kamis. (FOTO ANTARA Sumsel/Dolly Rosana/17/Ang)

Palembang  (ANTARA Sumsel) - Indonesia  kekurangan sekitar 2.500 pialang bursa berjangka sehingga tidak heran jika investasi di sektor ini belum begitu dikenal masyarakat jika dibandingkan perdagangan saham.

Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappepti) Bachrul Chairi di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat, mengatakan perlu ada upaya serius untuk mendongkrak jumlah pialang ini mengingat mereka yang bertindak sebagai agen terdepan.

"Saat ini Bappepti telah mengeluarkan sertifikat pialang saham bursa berjangka komoditi sekitar 2.500 orang, jumlah ini belum ideal untuk negara sebesar Indonesia. Seharusnya bisa dua kali lipatnya," kata Bachrul seusai peresmian Futures Trading Learning Center di Universitas Sriwijaya Palembang.

Untuk itu, Bappepti mendorong stakeholder Bursa Berjangka untuk aktif mengedukasi masyarakat terkait Perdagangan Berjangka Komoiditi yang di dalamnya terjadi perputaran Rp100 triliun per tahun.

Menurutnya, sasaran yang cukup efektif untuk edukasi ini yakni kalangan mahasiswa karena mereka yang nantinya akan memenuhi pasar tenaga kerja dalam negeri.

"Kami sangat mendorong perusahan pialang berjangka membuka Laborotorium Trading di kampus-kampus yang dapat mendekatkan mahasiswa dengan profesi pialang," kata dia.

Dengan melihat langsung proses trading, sambung Bachrul, para mahasiswa ini dapat memahami sebenarnya seperti apa profesi pialang itu.

"Lebih penting lagi, menurut Bachrul, para mahasiswa akhirnya tertarik menjadi pialang sehingga setelah lulus langsung mengambil sertifikasi profesionalnya di Bappepti," ujar dia.

Perdagangan di bursa komoditas berjangka Jakarta Futures Exchange ini sangat strategis di era perdagangan bebas karena menjadi sarana alternatif pengusaha/masyarakat untuk berinvestasi.

Jika Indonesia tidak serius dalam meningkatkan pertumbuhannya maka dipastikan peluang ini akan diambil negara lain.

"Tentunya, kami tidak ingin investor dalam negeri lebih suka bergabung dengan bursa luar negeri," kata dia.