Jakarta (ANTARA Sumsel) - "Lebih baik pulang nama daripada kalah
dalam bertugas", itulah motto para prajurit TNI, yang juga terpatri
dalam dada Kapten Norman (Maruli Tampubolon) dan rekan-rekannya.
Mereka
mendapatkan tugas rahasia, menyelematkan sejumlah sandera yang di
antaranya merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) di sarang teroris Tongo
pimpinan Diego (Aryo Wahab) dibantu kaki tangannya, Lopez (Restu
Sinaga).
Operasi yang harus diselesaikan 2×24
jam itu selain membutuhkan strategi dan peralatan tempur mumpuni, juga
mentalitas baja di bawah kata "komando".
Dini
hari, para prajurit Komando Pasukan Khusus (Kopassus) itu tiba di titik
misi. Setelah penyamaran dilakukan, mereka bergerak ke lokasi penawanan
sandera.
Misi penyelamatan yang awalnya
berjalan mulus, seketika berubah menjadi ajang penjebakan prajurit. Tiga
prajurit harus meregang nyawa. Konflik kecil antara prajurit tak
terhindarkan.
Sutradara Mirwan Suwarso cukup mumpuni memilih para aktor dan prajurit TNI yang terlibat dalam film.
Kendati
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo pernah mengatakan para
prajuritnya kesulitan dalam berdialog, namun tampaknya tak begitu
kentara.
Dialog-dialog ringan mengalir di sela adegan dan beberapa di antaranya justru mengundang tawa.
"Yaelah
mana ada tugas yang enak untuk kita, bro," tutur salah seorang prajurit
dalam film yang naskah ceritanya ditulis oleh mantan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara TB Silalahi itu.
Selain
senjata, sejumlah alat tempur seperti KRI Diponegoro, kapal selam KRI
Nanggala dan Skadron pesawat tempur Sukhoi SU-30 dari TNI AU juga
dihadirkan dalam film ini.