MA: Informasi "Justice collaborator" harus dicermati

id Abdullah, Mahkamah Agung, Justice collaborator, Mohammad Nazaruddin, Pengamat hukum

MA: Informasi "Justice collaborator" harus dicermati

Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. (Mahkamah Agung)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Mahkamah Agung mengharapkan setiap informasi dari "justice collaborator" dicermati lebih dalam dan tidak diterima begitu saja apalagi statusnya sudah masuk penjara.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, di Jakarta, Selasa, mengingatkan agar informasi dari mereka yang sudah masuk bui tidak sepenuhnya dipercaya.

"Kalau orang sudah masuk  (penjara) seperti itu, apakah ucapannya masih bisa dipegang. Itu 'kan bisa cari teman saja," kata Abdullah saat dihubungi wartawan.

Sebelumnya, pemberian status "justice collaborator" (JC) kepada Mohammad Nazaruddin menimbulkan kontra karena sejumlah kalangan menilai sebagai aktor utama dari berbagai tindak pidana korupsi, mantan bendahara Partai Demokrat itu tak layak menjadi JC.

Apalagi dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, tegas dinyatakan bahwa status JC hanya bisa diberikan kepada pelaku minoritas.

Tujuannya agar pelaku mengungkap pelaku mayoritas alias aktor utama dari kasus korupsi tersebut.

Menurut dia, setiap penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan setiap informasi, apalagi jika berkaitan dengan kasus korupsi. Namun dalam menyelidiki informasi, penegak hukum sudah punya ketentuan yang diatur dalam KUHAP.

"KUHAP telah mengatur, kalau mau mendakwa si A, ya harus A yang diperiksa beserta saksi-saksinya. Enggak boleh, saksi untuk orang A, mendakwa B. Tidak adil bagi B. KUHAP sudah atur hal seperti itu," katanya.

Berkaitan dengan status JC bagi Nazaruddin, MA sejauh ini belum mendapatkan informasi status itu menyangkut kasus yang mana.

"Status JC Nazaruddin untuk kasus yang mana, belum jelas. Saya tidak bisa komentar apa-apa, karena kalau orang sudah di dalam, bisa bebas 'ngomong' apa saja. Bisa jadi itu pernyataan politis," katanya.

Nazaruddin diduga terlibat dalam banyak kasus korupsi. Bahkan KPK pernah merilis adanya 163 proyek pemerintah yang diduga terindikasi korupsi dengan melibatkan Permai Group, perusahaan bikinan Nazaruddin.

Melalui Permai Group inilah Nazaruddin dengan kekuasannya membagi-bagikan proyek pemerintah kepada pihak ketiga, baik swasta dan BUMN dengan mengutip "fee" berkisar antara 20 persen-40 persen dari nilai proyek.

Pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mempertanyakan penunjukan Nazaruddin sebagai JC oleh KPK.  "JC itu maksudnya untuk mencari ikan besar. Kalau yang jadi JC adalah si ikan besar itu sendiri 'kan lucu," kata Abdul Fickar.