Pengamat: Tim pencari fakta Novel Baswedan diperlukan

id Novel Baswedan, penyiraman, tersangka, pelaku, penyidik kpk, polisi

Pengamat: Tim pencari fakta Novel Baswedan diperlukan

Novel Baswedan (Ist)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Pengamat hukum Universitas Bung Karno Azmi Syahputra menilai saat ini diperlukan tim pencari fakta untuk mengungkap pelaku penyerangan terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan.

"Perlu tim yang independen agar kepolisian dapat lebih objektif dan tidak memiliki beban," katanya kepada Antara di Jakarta, Senin malam.

Ia mengatakan jika kerja penyelidikan memiliki beban maka dipastikan tidak akan maksimal.

Ia menduga ada dua kemungkinan terkait kasus itu belum juga terungkap, yakni pelaku yang melakukan memang sengaja dihilangkan atau memang benar-benar sudah hilang.

Selain itu, dapat saja kasus ini tidak murni motif kejahatannya. Jika motifnya tidak murni kriminal maka pasti sulit untuk terungkap.

"Karena ada keinginan yang sama dari seseorang atau pihak tertentu yang menganggap Novel Baswedan musuh bersama sehingga (pelakunya) cenderung terlindungi," katanya.

Sebelumnya, aktivis antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya berharap presiden dapat mengambil langkah tegas dalam mendorong pengungkapan kasus teror terhadap Novel Baswedan.

Ia meminta Presiden Jokowi membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk menuntaskan kasus teror terhadap Novel Baswedan dan juga KPK.

Saran pembentukan TGPF ini didasarkan dua alasan. Pertama, diyakini bahwa aktor utamanya sementara ini punya posisi yang kuat,  bahkan tidak tersentuh sehingga perlu langkah luar biasa dan pengawasan langsung dari Presiden. Kedua, mengingatkan kembali janji Presiden untuk memperkuat KPK.

Dalam surat itu juga, Tama S Langkun menyebutkan  dirinya pernah mendapatkan teror serupa dengan Novel Baswedan pada 8 Juli 2010. Ia diserang orang tidak dikenal dan berakibat pada 29 jahitan di kepala serta menjalani perawatan selama lima hari.

Ia menduga teror itu terkait dengan penelusuran ICW atas dugaan korupsi yang terjadi di negeri ini. Meski presiden saat itu Susilo Bambang Yudhoyono sempat membesuknya di rumah sakit, tetapi hingga tujuh tahun berlalu pelaku teror belum juga ditemukan.