Menikmati matahari terbenam di Jembatan Gentala Arasy

id Jembatan Gentala Arasy, Sungai Batanghari, matahari terbenam, Ancol jambi, kawasan kuliner, sunset

Menikmati matahari terbenam di Jembatan Gentala Arasy

Keindahan cahaya mentari tenggelam terlihat dari kawasan Jembatan Gentala Arasy Jambi. (ANTARA/Syarif Abdullah)

....Tidak lengkap pula bila duduk-duduk santai menikmati sunset di kawasan itu bila tidak menyantap jagung bakar yang ditemani es tebu....
Berburu keindahan cahaya matahari terbenam atau "sunset" tak hanya dilakukan di bibir pantai atau di atas gunung menjulang. Di Kota Jambi keindahan itu bisa dinikmati dari Jembatan Gentala Arasy atau di 'dermaga' Ancol di kawasan itu.

Pesona semburan cahaya mentari senja membumbung di ufuk barat, bisa dinikmati dengan jelas dengan latar Jembatan Gentala Arasy yang khas melingkar membentuk huruf S. Pemandangan itu bisa dinimkati bila memandang dari dermaga Ancol, lokasi yang merupakan kawasan kuliner.

Sambil duduk di atas kursi plastik yang cukup nyaman disediakan oleh para pedagang, sambil menghadap ke aliran Sungai Batanghari. Dengan badan sedikit merebah bisa membantu mengurangi kepenatan.

Cuaca cerah langit Jambi pada pertengahan Juli 2017, cukup membantu untuk menghadirkan pemandangan sunset yang memesona dengan latar jembatan sepanjang 530 meter yang membentang di atas sungai terpanjang dan terbesar di Sumatera itu.

Cahaya kuning dari mentari yang akan 'pamitan' menuju peraduannya, membuncah ke langit, dan pada bagian bawahnya membias di aliran Sungai Batanghari sehingga Jembatan Gentala Arasy menjadi pandangan shiluete.

Dua pilar tambatan 'cable stayed' jembatan itu yang menyangga rangka jembatan menambah gagah jembatan yang dikhususkan untuk pejalan kaki itu. Sedangkan di seberang sungai berdiri tegak tugu Gentala Arasy yang memiliki jam berukuran besar.

Sisi kiri dan kananya, diapit cahaya warna warni membentuk tulisan "Jambi Kota" dan "Gentala Arasy" tepat berbatasan dengan kawasan Kota Sebrang yang dipadati rumah-rumah tradisional khas Jambi. Sedangkan di sisi lainnya berdiri Museum Gentala Arasy.

"Sungguh cuaca hari ini sangat mendukung, sunsetnya terlihat jelas, dengan awan di langit seperti terukir," kata Dinda (21) salah seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri di Jambi, yang bersama temannya menikmati suasana senja di tepian Jembatan Gentala Arasy itu.

Bagi penggemar fotografi, kawasan itu merupakan salah satu favorit untuk pengambilan gambar, terutama pada petang dan malam hari. Pada malam hari, jembatan itu berwarna-warni mendapat sorotan lampu LED yang sengaja dipasang untuk memperelok sosok jembatan tersebut.
     
Sedangkan berjalan kaki di jembatan itu, juga menjadi sebuah agenda yang tidak boleh terlewatkan. Selain untuk menggerakkan kaki, juga untuk bisa menikmati pemandangan dari atas jembatan. Perjalanan meniti di jembatan itu menaikan adrenalin karena harus merasakan sensasi berjalan di ketinggian dengan embusan angin yang cukup kencang.

Sedangkan di bawah kaki berpijak, mengalir Sungai Batanghari dengan warna air keruh kuning kecokelatan dengan gelombang yang cukup besar akibat embusan angin. Namun kiri kanan jembatan itu cukup aman karena dibatasi besi pembatas setinggi 1,5 meter dengan dilapisi pernekel.

Lokasi itu juga menjadi objek swafoto bagi para pengunjung, terutama kawula muda. Kehadiran pengamen dengan dendangannya juga  memberikan warna di jembatan itu. Sayangnya tidak satupun pengamen di sana membawakan lagu-lagu khas Jambi sehingga sedikit kurang menyatu dengan karakter jembatan itu.

"Harusnya ada yang khas, lagunya lagu sini (daerah Jambi). Bila lagunya pop itu mah dah biasa, nggak ada uniknya," kata Alfin (40) karyawan sebuah perusahaan BUMN yang tengah menikmati pemandangan di kawasan itu.

                
              Kuliner Ancol

Jembatan Gentala Arasy dengan kawasan Ancol-nya kini merupakan salah satu destinasi wisata unggulan di Kota Jambi. Selain menyuguhkan keunikan jembatan itu, juga telah menjadikan kawasan Ancol sebagai destinasi kuliner dengan penganan khas.

Kendati kawasan Ancol tidak terlalu luas, dan tepian sungai yang tidaklah lapang, namun lokasi itu disulap menjadi deretan kursi dan meja sedernaha namun khas untuk kongkow dengan beratapkan langit. Bila hujan, para pedagang sigap menarik tenda yang dalam waktu dua menit sudah terpasang dan melindungi dari guyuran hujan itu.

Berkunjung ke kawasan Ancol, tidak komplit bila tidak berkuliner ria. Tidak lengkap pula bila duduk-duduk santai menikmati sunset di kawasan itu bila tidak menyantap jagung bakar yang ditemani es tebu yang dijual para pedagang di sana. Jagung bakar seharga Rp7.000 per buah dan es tebu Rp5.000 per gelas menjadi menu wajib di sana.

Selain itu ada juga penganan lainnya seperti sate padang, mie bakso, mie ayam, ketoprak, soto serta yang lainnya dengan harga normal tanpa 'mark up'.

Pada petang dan malam hari, kawasan dermaga Ancol itu menjadi 'kafe' di alam terbuka. Bedanya makanan yang ditawarkan adalah dari pada pedagang kaki lima yang mulai berdagang mulai pukul 16.00 WIB. Sedangkan pada siang harinya kawasan itu bersih dari pedagang, kecuali pada akhir pekan.

Pengunjung tinggal duduk di kursi yang telah disediakan. Lokasinya berundak-undak mengikuti tembok terasering di pingir sungai itu. Namun suasananya asri di selingi kayu-kayu ukuran sedang di bantaran sungai itu.

Setelah pesan makanan dari para pedagang, tinggal duduk di deretan yang telah diatur oleh para pedagang di sana.

"Bisa duduk di mana saja, tapi untuk memudahkan pelayanan pengunjung dianjurkan duduk di deretan yang dekat dengan dagangan kami," kata salah seorang pedagang mie bakso di kawasan itu.

Kendati petang atau malam hari, namun pengunjung tak perlu khawatir karena penerangan tersedia, kendati di beberapa sudut kurang mendapat penerangan lampu LED yang maksimal. Namun pengunjung tak pernah 'komplain' saat menikmati suasana di dermaga sungai yang berdekatan dengan rumah dinas Gubernur Jambi H Zumi Zola Zulkifli itu.

Sesekali perahu bermesin tempel melintas dengan suara yang khas tek...tek...tek...tek. Kehadiran perahu itu memberikan pemandangan tersendiri dan menyaksikan aktivitas warga di kawasan itu yang memanfaatkan betul kehadiran sungai.

Aktivitas awak perahu dan penumpangnya yang tidak menggunakan pelampung keselamatan terkadang membuat 'ngeri', namun mereka tetap beraktivitas dengan santainya. Bahkan anak-anak dari Kampung Seberang yang merupakan penduduk asli Jambi terkadang berani mengendalikan perahu sendiri di aliran sungai itu.

"Saat ini aliran sungainya sedang surut akibat kemarau di hulu, jadi permukaan air sungai di bawah," kata salah seorang pedagang di sela-sela melayani pengunjungnya.

Terlepas dari pesona keindahan dan potensi Jembatan Gentala Arasy, namun ke depan perlu dilakukan pembenahan yang lebih optimal. Bila pedagang makanan telah mendapatkan jalurnya di kawasan bantaran sungai itu, untuk pedagang cendera mata khas Jambi, khususnya khas Jembatan Gentala Arasy saat ini masih belum tertata.

Para pedagang saat ini berjubel di gerbang masuk ke jembatan itu, sehingga kurang ideal untuk sebuah destinasi. Idealnya para pedagang cendera mata mendapat tempat di bagian bawah jembatan, di mana di kawasan itu masih ada tempat kosong.

Jenis cendera mata di lokasi itu sudah memenuhi kriteria dan lengkap, tinggal penempatan para pedagangnya saja sehingga bisa mendukung dan memenuhi standar kenyamanan pengunjung. Pengunjung bisa mendapatkan T_Shirt bergambar jembatan Gentala Arasy, Candi Muaro Jambi, gelang, mainan anak-anak serta aneka cenderamata khas lainnya.

Dan yang pasti, setiap tamu Kota Jambi tentu selalu mendapat kesempatan mendapat agenda perjalanan ke kawasan Jembatan Gentala Arasy itu, yang kebetulan berdekatan dengan kawasan pusat perbelanjaan WTC Jambi serta pasar legendaris di kota itu, Pasar Angso Duo.

Mari berkunjung ke bumi Jambi, "Tanah Pilih Pusako Batuah".