KPK periksa Dorodjatun Kuntjoro Jakti

id Dorodjatun Kuntjoro Jakti , KPK, pemeriksaan, tindak pidana korupsi, sebagai saksi, Syafruddin Arsyad Tumenggung, Febri Diansyah

KPK periksa Dorodjatun Kuntjoro Jakti

Dorodjatun Kuntjoro Jakti. (ANTARA FOTO/Wildan Anjarbakti)

Jakarta (Antarasumsel.com) - KPK menjadwalkan pemeriksaan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2001-2004 Dorodjatun Kuntjoro Jakti terkait tindak pidana korupsi pemberikan SKL kepada pemegang saham pengendali BDNI tahun 2004 sehubungan dengan pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh obligor BLBI kepada BPPN.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.

KPK akan mendalami informasi soal pengambilan kebijakan dalam penyidikan kasus tindak pidana korupsi pemberian surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim senilai Rp4,8 triliun sehingga merugikan negara Rp3,7 triliun dengan tersangka Syafruddin Arsyad Tumenggung.

Pada penyidikan kasus tersebut, KPK pada Rabu (3/5) memeriksa mantan Kepala "Loan Work" Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Dira Kurniawan.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai mantan salah satu pejabat struktural di BPPN saat itu yang ditugaskan untuk mengurus BDNI termasuk salah satunya terkait dengan pengurusan tambak yang sedang kami dalami. Karena dalam kasus BLBI kami juga dalami relasi hak tagih petambak tersebut dengan obligor BLBI dan penerbitan SKL yang diduga dilakukan oleh tersangka," tuturnya.

Sebelumnya, pada Selasa (2/5) KPK memeriksa Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli.

"Jadi, pemeriksaan-pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui dalam rentang waktu tersebut setidaknya antara 2002-2004 untuk kasus yang kami dalami saat ini dan juga proses sebelumnya itu seperti apa," ucap Febri.

KPK juga dijadwalkan akan memeriksa pengusaha Artalyta Suryani alias Ayin dalam penyidikan kasus SKL BLBI tersebut.

"Untuk saksi Artalyta Suryani sesuai surat yang diterima KPK dari staf saksi, saat itu saksi sakit dan diberikan istirahat oleh dokter sekitar satu bulan. Penjadwalan ulang pemeriksaan akan dilakukan setelah itu, sekitar akhir Mei 2017," ucap Febri.

Syafruddin Arsyad Tumenggung selaku Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan kesempatan atau sarana padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan perekonomian negara dalam penerbitan SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) pada tahun 2004.

Atas penerbitan SKL itu diduga kerugian negara sekurang-kurangnya Rp3,7 triliun. Terhadap SAT disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini atas dasar perjanjian Indonesia dengan IMF.

Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. Namun, penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp138,4 triliun karena dana yang dipinjamkan tidak dikembalikan.

Terkait dengan dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung. Akan tetapi, Kejaksaan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada para debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitur yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitur yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS).

Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden RI Megawati yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

Dalam penyelidikan kasus ini, KPK sudah memeriksa sejumlah pejabat pada Kabinet Gotong Royong 2001 s.d. 2004, yaitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2001 s.d. 2004 Laksamana Sukardi, Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, Menteri Koordinator Perekonomian pada Kabinet Gotong Royong 2001 s.d. 2004 Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000 s.d. 2001 Rizal Ramli, Menteri Keuangan 1998 s.d. 1999 Bambang Subiyanto, Menko Perekonomian 1999 s.d. 2000 dan Kepala Bappenas 2001 s.d. 2004 Kwik Kian Gie.