Menhub: Pemanduan Selat Malaka berkondtribusi Kuala Tanjung

id Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan, Selat Malaka, pelaku usaha, Pelabuhan Kuala Tanjung

Menhub: Pemanduan Selat Malaka berkondtribusi Kuala Tanjung

Budi Karya Sumadi (kanan). (ANTARA/Wahyu Putro A)

Jakarta (Antarasumsel.com) - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mendorong jajarannya agar memanfaatkan peluang dari pemanduan di Selat Malaka untuk menjalin kerja sama dengan pelaku usaha pelayaran kelas dunia untuk mendukung Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai penghubung internasional.
     
"Saya sudah bertemu dengan Duta Besar Singapura dan Malaysia beserta atase perhubungan untuk membicarakan bagaimana upaya-upaya pemanduan yang juga bermakna bagi Kuala Tanjung," kata Budi dalam pembukaan Rapat Kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Laut di Jakarta, Rabu.

Budi menjelaskan langkah yang bisa dilakukan, yaitu menjalin hubungan bisnis yang baik dengan para pelaku usaha pelayaran (shipping line) yang sering melintas di jalur Selat Malaka tersebut untuk mempromosikan Pelabuhan Kuala Tanjung.

"Kita harus menjemput bola, bukan lagi hanya di kantor, sebenarnya siapa pemain 'shipping line'  di Selat Malaka, secara progresif kita undang pemain-pemain itu, satu bulan ada 400 kapal, kita pandu 100 kapal itu sudah prestasi," katanya.

Dia menambahkan dengan demikian juga bisa dilakukan pelayaran langsung (direct call) yang bisa meningkatkan kinerja di Pelabuhan Kuala Tanjung.

"Ini akan baik, tadinya 1.000 TEUs, jadi 2.000, 4.000 dan 8.000 TEUs," katanya.

Dia mengimbau PT Pelindo I yang ditugaskan untuk melakukan pemanduan untuk tidak perlu meniru cara-cara yang dilakukan Malaysia dan Singapura yang selama bertahun-tahun sudah melakukan pemanduan, tetapi dengan aktif menjalin komunikasi aktif dengan para pelaku usaha pelayaran tersebut.

"Saya ingin supaya Perhubungan Laut kenal dengan pemain dengan komunikasi kontruktif, timbal balik informasi, sehingga kita tahu yang mereka inginkan," katanya.

Ke depannya, kata dia, dimungkinkan pula akan dilakukan pelayaran langsung seperti yang telah dikerjasamakan antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Filiphina, yaitu pelayaran langsung Davao ke Bitung, Sulawesi Utara.

Di sisi lain, Budi juga berpesan pembangunan infrastruktur laut, seperti pelabuhan bukan merupakan produk akhir, melainkan harus terus diawasi terkait ketergunaan fasilitas tersebut serta koordinasi dengan sektor lain, yakni Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dalam hal akses jalan.

"Pembangunan pelabuhan jangan sampai berhenti di situ, tiba-tiba enggak ada jalannya itu bukan hasil yang baik," katanya.

Contoh lain, kata dia, yaitu pelayaran roro dari Panjang ke Tanjung Priok dan dari Jakarta ke Surabaya yang juga merupakan upaya mengoptimalkan multimoda, selain mengurai kepadatan jalan juga bisa memperlancar arus logistik.

"Kegiatan roro itu ini bisa mengatur dari titik ke titik yang begitu padat, selain Ditjen Laut ada  Ditjen lain konsentrasi pada satu inisiasi integrasi pola multimoda dengan baik," katanya.

Terkait Tol Laut, Budi juga mengimbau untuk tidak berpuas di pengoperasian 13 trayek.

"Kita harus sampai kepada berapa harga yang bisa ditekan di sana," katanya.