Menteri Yohana prihatin kekerasan perempuan dan anak

id Yohana Yembise, Menteri Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, kekerasan perempuan, melindungi perempuan, Makassar

Menteri Yohana prihatin kekerasan perempuan dan anak

Yohana Susana Yembise (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Makassar (Antarasumsel.com) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana S Yembise prihatin dengan laporan langsung warga Kelurahan Panambungan, Kecamatan Mariso, Makassar terkait dengan tingkat kekerasan yang dialami perempuan dan anak.

"Ini yang membuat kita prihatin mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak kita. Tapi, saya dan teman-teman lainnya itu sudah membuat undang-undang untuk melindungi perempuan dan anak," jelas Yohana Yambise saat tanya jawab dengan warga Kelurahan Panambungan Makassar, Minggu.

Dalam kunjungannya langsung ke pemukiman padat khususnya di Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) Mariso itu, Menteri Yohana memaparkan beberapa program prioritasnya dengan menyosialisasikan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan.

Ia mengingatkan kepada para kaum Adam untuk tidak lagi "ringan tangan" kepada para perempuan dan anak karena undang-undang yang terbaru itu memuat sanksi hukum yang sangat tegas seperti sanksi suntik kimia bagi para pemerkosa.

Berdasarkan data yang dipegangnya, hingga saat ini laporan kekerasan yang masuk ke kementerian masih didominasi kasus kekerasan seksual pada anak.

Pelaku dari sejumlah kasus kekerasan seksual pada anak justru adalah orang terdekat dan bahkan dari dalam rumah sendiri seperti paman, saudara, dan tetangga.

"Saya juga tidak mengerti kenapa anak-anak yang terus menjadi korban, utamanya anak-anak di bawah umur dan yang lebih parah itu pelakunya banyak orang dalam rumah dan lingkungan sendiri," katanya.

Meski begitu, Yohana menyebutkan kasus kekerasan seksual terhadap anak dinilai sudah menurun sejak dua tahun tahun terakhir. Tercatat, pada 2014 hingga 2015 ada 3.500 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke presiden.

"Di 2016 lalu laporan sudah mulai menurun setelah disahkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016, salah satu isinya itu tentang hukum kebiri. Kami sudah banyak melakukan sosialisasi tentang UU itu," jelas Yohana.

Namun, lanjutnya lagi, hingga saat ini masih ada pula beberapa laporan yang disampaikan secara tidak resmi melalui pesan singkat. Pihaknya membutuhkan waktu untuk mendeteksi kasus yang dilaporkan.

Ia berharap dengan adanya Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang hukum yang mengatur untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak, kasus kekerasan seksual di Indonesia bisa terus menurun.

"Isi UU itu sudah jelas barang siapa yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak sampai mati, terkena penyakit menular, dan cacat bisa kena hukum pidana mati, seumur hidup, dan hukuman kebiri," tegas Yohana.