Peredaran rokok ilegal harus diberantas

id rokok, ilegal, tidak memiliki izin, non cukai, Anggota DPD RI

Peredaran rokok ilegal harus diberantas

Ilustrasi (FOTO ANTARA)

Batam (Antarasumsel.com) - Anggota DPD RI Komite II Daerah Pemilihan Kepulauan Riau, Djasarmen Purba mendukung upaya Bea dan Cukai memberantas peredaran rokok non cukai di luar kawasan bebas yang telah ditentukan.

"Kami mendukung agar peredaran rokok non cukai atau ilegal diberantas. Karena merugikan negara juga," kata Djasarmen di Sekretariat DPD RI Perwakilan Provinsi Kepri, Batam Centre, Batam, Jumat.

Seperti diketahui rokok non cukai seharusnya dijual pada kawasan bebas (FTZ) yang sudah ditentukan seperti Pulau Batam, sebagian Bintan, dan Karimun. Peredaran rokok tanpa cukai pada kawasan bebas tersebut juga ditentukan dengan kuota.

Namun kenyataannya, rokok non cukai juga beredar di Kota Tanjungpinang yang tidak masuk kawasan bebas, pulau-pulau sekitar Batam bahkan hingga ke sejumlah wilayah di Sumatera.

"Harus diberantas hingga pihak yang bertanggungjawab atas peredaran ilegal itu. Tentu harus bekerjasama dengan kepolisian karena ada unsur pidananya," kata dia.

Sebelumnya diberitakan di Tanjungpinang penjualan rokok berlabel khusus untuk FTZ (kawasan bebas) yakni rokok merek UN dan Luffman dijual dengan harga Rp7.000 pernbungkus.

Selain rokok UN dan Luffman yang dijual bebas tanpa cukai di kawasan yang bukan FTZ, wartawan Antara juga menemukan rokok merek Rave yang dijual ratusan pedagang. Rokok tersebut tanpa pita cukai dijual dengan harga Rp9.000-Rp10.000/bungkus.

Berbagai pihak sudah mendesak agar hal tersebut diusut tuntas sehingga tidak ada pihak dirugikan.

Kabid Humas Polda Kepi Kombes Pol S Erlangga sebelumnya mengatakan untuk kasus tersebut sebenarnya menjadi domain dan kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Bea Cukai.

"Karena itu tindakan yang dilakukan kepolisian harus berkoordinasi dengan lembaga tersebut. Kecuali rokok palsu, itu bisa diterapkan UU Merek namun hal itu merupakan delik aduan bila ada pihak pelapor pemegang merek yang merasa dirugikan. Atau menggunakan UU Perlindungan konsumen bila tidak sesuai dengan kandungan yang di anjurkan atau ada zat berbahaya," kata dia.