AL selamatkan "muka" Indonesia di Selat Malaka

id al, angkatan laut, penjagaan, pengamanan, selat malaka, kepulauan riau

AL selamatkan "muka" Indonesia di Selat Malaka

Ilustrasi Kapal perang TNI AL (ANTARA/Asril Syahalam)

Tanjungpinang (Antarasumsel.com) - Pasukan Pangkalan Utama Angkatan Laut (Lantamal) IV/Tanjungpinang menyelamatkan "muka" Indonesia di perairan Selat Malaka, yang selama ini dikenal dunia sebagai wilayah yang rawan kejahatan, kata pengamat hubungan internasional, Sayed Fauzan.

"Komitmen Tim Fleet Quick Response (WFQR) Lantamal IV dalam memberantas kejahatan di Selat Malaka sebagai bukti mesin pertahanan keamanan Indonesia kuat, meski AL dalam keterbatasan alutsista dan anggaran," tambahnya di Tanjungpinang, Sabtu.

Sayed yang juga Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji berpendapat Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Karena itu upaya "pembersihan" pelaku kejahatan di Selat Malaka tidak hanya mengharumkan nama Indonesia di mata dunia, melainkan sebagai bukti komitmen sebagai bagian dari komunitas dunia.

"Tim WFQR Lantamal IV berhasil memberi efek getar kepada pelaku kejahatan di Selat Malaka maupun di Provinsi Kepulauan Riau. Efek getar itu membuat pelaku kejahatan berpikir ulang untuk melakukan kejahatan, karena merasa tim itu ada di mana-mana," katanya.  
Sayed mengatakan kesuksesan Lantamal IV/Tanjungpinang dalam melaksanakan tugas pokok seharusnya mendapat dukungan seluruh pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah.

Kinerja positif yang dilakukan Tim WFQR memberantas kejahatan transnasional di Selat Malaka dan wilayah lainnya dalam satu tahun terakhir itu sudah seharusnya menjadi contoh bagi institusi lainnya yang berhubungan dengan kejahatan di wilayah perairan.  
"Sebanyak 78 pelaku kejahatan ditangkap dalam berbagai kasus selama setahun itu bukan kerja biasa, melainkan butuh energi besar dan integritas yang tinggi. Ini hadiah besar bagi negara, yang harus ditingkatkan terus-menerus," ujarnya.

        Dia mengemukakan aksi "bersih-bersih" yang dilakukan Tim WFQR Lantamal IV tidak hanya memberi efek getar kepada pelaku kejahatan di Selat Malaka, melainkan juga di perairan Kepri. Puluhan kasus penyeludupan barang berhasil diungkap dan pelakunya ditangkap.

Pelaku kejahatan atau pihak-pihak yang mendapat keuntungan dari kegiatan ilegal di perairan tentu merasa terganggu dengan aksi Lantamal IV.

"Ini biasa terjadi di kawasan yang sedang 'dibersihkan', seharusnya pemberantasan penyedupan tidak hanya dibebankan kepada TNI AL, melainkan Bea Cukai harus memiliki sikap tegas dan integritas yang sama untuk kepentingan negara," katanya.    
Sayed mengatakan Lantamal IV yang mulai menancapkan kukunya di perairan Kepri pasti dihantam dengan berbagai isu, seperti barang yang ditangkap menjadi langka di Kepri, dan dijual pedagang dengan harga yang mahal.

"Cara-cara seperti itu sangat menyedihkan dan memalukan, apalagi bila melibatkan oknum-oknum berpakaian seragam dari institusi tertentu. Jangan racuni TNI AL yang sudah bersumpah untuk kepentingan negara dengan isu murahan seperti itu," ucapnya.

Menurut dia, penangkapan barang-barang ilegal itu perlu dikaji apakah menyebabkan harga barang menjadi tinggi karena menjadi langka. Kenyataan yang terjadi sekarang, kata dia, barang-barang yang diimpor secara ilegal, seperti sembako, dijual dengan harga yang lebih mahal dibanding beras Bulog sebelum ataupun sesudah Lantamal IV menegahkannya.

"Pemerintah pusat dan daerah seharusnya mengambil sikap terhadap permasalahan ini dengan mempermudah pengusaha untuk mengurus ijin," katanya.

Sayed menjelaskan pengelolaan wilayah perbatasan harus mencakup dua sektor yakni pertahanan keamanan dan perekonomian. Aparat pertahanan keamanan harus menjaga kedaulatan NKRI di wilayah perbatasan, dan pemerintah mengelola potensi perekonomian di kawasan itu.

"Tidak dapat dipisah, harus berjalan seimbang antara pertahanan keamanan dan perekonomian," katanya.