Angka anak lahir pendek di Bengkulu tinggi

id anak lahir, Dinas Kesehatan, Edriwan Mansyur, angka anak lahir, masih tinggi, standar WHO, Bengkulu, Perbaikan gizi

Angka anak lahir pendek di Bengkulu tinggi

Ilustrasi - Pemeriksaan ibu hamil (ANTARA FOTO)

Bengkulu (Antarasumsel.com) - Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Edriwan Mansyur mengatakan, angka anak lahir pendek di wilayah kerjanya masih 23 persen, masih tinggi dibandingkan dengan 20 persen yang menjadi standar WHO
"Perbaikan gizi masyarakat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi anak lahir pendek atau 'stunting'," kata Edriwan di Bengkulu, Senin.

Oleh karena itu, akan diselenggarakan intervensi khusus di lima kabupaten prioritas melalui program Pemantauan Status Gizi (PSG) guna mengatasi angka anak lahir pendek tersebut.

Lima kabupaten prioritas yang akan diintervensi yakni di Kabupaten Rejanglebong dengan angka stunting mencapai 35 persen, Kabupaten Seluma mencapai 36 persen, Kaur dan Mukomuko masing-masing 22 persen dan Bengkulu Selatan sebesar 21 persen.

"Tertinggi di Kabupaten Seluma mencapai 36 persen dengan status daerah itu juga tertinggal," katanya.

Kejadian anak lahir pendek menurut dia dapat dicegah sejak janin dalam kandungan. Caranya dengan memenuhi kebutuhan asupan gizi ibu hamil, mulai dari pembuahan sampai dengan umur kehamilan 20 minggu.

Pada masa-masa tersebut, ibu hamil harus mendapatkan asupan gizi mikro (mikronutrien) dan protein untuk membangun tinggi badan potensial dan pertumbuhan otak anak. Asupan gizi mikro itu antara lain berupa mineral seperti zat besi (tablet Fe) maupun vitamin.

Sementara Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Sudoto mengatakan ketersediaan pangan di Bengkulu cukup, namun kekurangan gizi masih menjadi persoalan daerah ini.

"Persoalannya tidak hanya bidang kesehatan tapi perlu penunjang lain, seperti pembangunan infrastruktur dan sosial budaya sehingga masyarakat sadar akan pentingnya asupan yang cukup serta bergizi," katanya.

Ia mencontohkan angka stunting tertinggi di Kabupaten Seluma dengan status daerah tertinggal dengan keterbatasan infrastruktur jalan dan jembatan membuat upaya sosialiasi tentang gizi juga sulit dilakukan.

"Bagaimana mau menyosialisasikan, kalau untuk menjangkau daerah itu saja sulit. Maka, diperlukan dukungan seluruh sektor," katanya.