Musisi tradisi Banyuwangi bersanding dengan Ermy kulit

id musisi, Ermy kulit, musisi tradisi, penyanyi jas, Banyuwangi Ijen Summer Jazz

Musisi tradisi Banyuwangi bersanding dengan Ermy kulit

Para penyanyi dan musisi (dari kiri ke kanan) Ermy Kullit, Mus Mujiono, Margie Segers, Iga Mawarni dan Ireng Maulana tampil di praacara Jakarta International Jazz Festival, Jakarta. (FOTO ANTARA)

Banyuwangi (ANTARA Sumsel) - Para musisi tradisi di Banyuwangi, Jawa Timur, bersanding dengan penyanyi jas kawakan Ermy Kulit dan kelompok Kua Etnika dalam ajang Banyuwangi Ijen Summer Jazz di Jiwa Jawa Resort Banyuwangi, Desa Tamansari, Sabtu (10/9) malam.

Sigit Pramono, penyelenggara acara, mengemukakan bahwa selama konser, musik tradisi bukan sekadar tempelan, melainkan menjadi aktor utama. Ini menguatkan upaya Ijen Summer Jazz bukan hanya sekadar tempelan dalam musik jazz.

"Selama ini seakan ada sekat antara musik tradisi dan modern. Dengan Jazz, kami menipiskan, bahkan meniadakan sekat itu," katanya.

Menurut dia, jaz merupakan genre musik yang bebas. Karena munculnya jaz sendiri, merupakan upaya musisi untuk memerdekakan dirinya. Sehingga dengan jaz sangat mudah memadukan jenis-jenis musik, termasuk musik modern dengan tradisi.

Itu sebabnya, di Ijen Summer Jazz yang kedua ini, katanya, ditampilkan Kua Etnika, garapan Djaduk Ferianto yang terkenal luas mengolah musik etnik dengan sentuhan modern tanpa kehilangan spirit tradisi.

Bahkan, pada ajang itu musik tradisi Banyuwangi ditampilkan sebagai pembuka, dan dilanjutkan berkolaborasi dengan Kua Etnika.  Musik-musik tradisional seperti rebana, angklung dan gendang Banyuwangi berpadu apik dalam tampilan itu. "Dengan jazz bisa mudah berkolaborasi," kata Sigit.

Haidi bing Slamet, seniman Banyuwangi, mengaku sangat berterima kasih karena diberi ruang untuk mengembangkan seni tradisi.

"Kami sangat bangga bisa satu panggung bersama seniman sekelas Djaduk. Ini menunjukkan tidak ada sekat di musik modern dan tradisi," katanya.

Dalam kolaborasi itu, pihaknya menampilkan musik tua Banyuwangi yang kental, dengan suara angklung paglak.

Sementara Kua Etnika didirikan oleh Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa, dan Purwanto pada 1995. Mereka mengeksplorasi pola irama tradisi secara maksimal, membuka ruang lahirnya musik etnik alternatif yang dinamis.

Selain kolaborasi Kua Etnika dan seniman Banyuwangi, Ijen Summer Jazz juga mengobati kerinduan penggemar jaz kawak pada Ermy Kullit. Lagu-lagu Ermy seperti Kasih, Pasrah, Rela, Siapa Sangka, Walau Dalam Mimpi, membawa penonton ke era 1980-1990-an.

Dengan lagu dan suara khas Ermy yang santai, membuat penonton mengenang masa lalu.

"Tampil di Banyuwangi merupakan yang pertama kalinya bagi saya," kata Ermy.  
Ermy Kullit merupakan musisi yang memulai karir sejak 1973, dan mampu bertahan berkarir hingga sekarang. Musisi yang mendapat AMI Award pada 2000 saat berkolaborasi dengan Indra Lesmana melalui judul album "Saat Yang Terindah" itu, hingga kini telah menelurkan 20 album.

Dalam pergelaran malam itu, Ermy Kullit membawakan sejumlah lagu hitsnya, antara lain Sesal, Pasrah, Masih ada, Dia, Tergoda, Kau yang Kusayang, dan ditutup dengan Kasih.

Banyuwangi Ijen Summer Jazz merupakan bagian dari Banyuwangi Festival. Even ini merupakan ajang seni budaya untuk memperkenalkan budaya lokal kabupaten paling timur Pulau Jawa itu.

Dengan format penataan panggung terbuka dan kecil, membuat seniman dan penonton bisa berinteraksi lebih akrab. Penonton pun lebih fokus menikmati musik tanpa sekat antara modern dan tradisi.

Dengan jaz di area amphitheater berkapasitas 300 penonton, menyajikan suasana eksotis yang berbeda. Di summer jazz ijen malam itu terjalin keintiman antara penonton dan pengisi acara sehingga menambah kehangatan perhelatan yang digelar di kaki Gunung Ijen Banyuwangi tersebut.