Islan Hanura: karir politik saya habis

id musi banyuasin, suap, korupsi, islan hanura

Islan Hanura: karir politik saya habis

Terdakwa penerima suap empat pimpinan DPRD Musi Banyuasin, Aidil Fitri (kiri), Islan Hanura, Darwin AH, Riamon Iskandar (paling kanan) menyampaikan nota pembelaan pada sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin. (Foto Antarasumsel.com/16/Nova Wah

Palembang (ANTARA Sumsel) - Terdakwa penerima suap Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan ke anggota DPRD setempat, Islan Hanura mengatakan bahwa dirinya sangat terpuruk sejak terjerat kasus korupsi.

"Karir politik saya habis, saya tidak pernah membayangkan satu hari pun bisa tinggal di penjara. Tapi inilah perjalanan hidup yang saya hadapi, bukan hanya saya yang menanggung tapi anak-anak dan istri juga," kata Islan sambil menangis saat menyampaikan pledoi pada sidang di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin.

Dalam nota pembelaannya, Wakil Ketua nonaktif DPRD Musi Banyuasin yang pernah menjabat sebagai wakil bupati ini mengatakan bahwa sejak lama gelisah dengan sistem pemerintahaan.

Ia memandang banyak terjadi celah korupsi yang dilakukan eksekutif dan legislatif.

"Saya secara pribadi pernah menyampaikan laporan pada 2012 ke KPK saat menjabat sebagai wakil bupati karena khawatir melihat tata kelola pemerintahan yang menjadi sarang korupsi," kata dia.

"Sejak awal (terkait kasus ini) saya tidak mau diajak berembuk oleh eksekutif, saya tidak pernah hadir dalam rapat," kata Islan.

Sementara terungkap di persidangan berdasarkan keterangan saksi Bambang Karyanto (Ketua Fraksi PDI-P sekaligus penguhubung antara eksekutif dan legislatif) bahwa Islan meminta sejumlah uang untuk mengesahkan RAPBD Muba.

Semula Islan meminta Rp400 juta, kemudian dinegosiasi menjadi Rp200 juta.
 
Tim Jaksa yang diketuai Mohammad Wirasakjaya menjatuhkan tuntutan hukuman penjara selama 5,5 tahun dan denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan bagi Riamon Iskandar, Islan Hanura, dan Aidil Fitri. Sementara Darwin AH dituntut selama 7 tahun penjara denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan.
    
Kasus suap ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan di kediaman Bambang Karyanto pada 19 Juni 2015.