Mengedepankan transaksi nontunai melalui Sumsel Banking Expo

id perbankan, sumsel expo, transaksi nontunai

Mengedepankan transaksi nontunai melalui Sumsel Banking Expo

Peserta expo melayani pembayaran non tunai pada Sumsel Banking Expo di Palembang Square, Sumsel. (Foto Antarasumsel.com/Feny Selly/15)

...Kesadaran melakukan pembayaran atau bertransaksi secara nontunai harus terus dibangkitkan melalui berbagai upaya, salah satunya melalui Sumsel Expo ini...
Palembang (ANTARASumsel) - Uang sebagai alat pembayaran sejatinya sudah bisa digantikan fungsinya oleh sistem pembayaran nontunai, antara lain melalui kartu kredit, kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), maupun kartu debit.
     
Namun pada kenyataannya pertumbuhan transaksi nontunai di Indonesia demikian lambat jika dibandingkan negara lain meski upaya masif sudah dilakukan kalangan perbankan sejak 2008 seiring dengan kemajuan teknologi informasi.
     
Hingga kini, transaksi nontunai di Indonesia hanya 31 persen dari total ritel pembayaran sebesar Rp7.500 triliun.
     
Di tengah kondisi itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan, 26 perbankan konvensional, 11 perbankan syariah, beberapa Usaha Mikro Kecil dan Menengah di daerah tersebut menggelar Sumsel Banking Expo 2015 di Palembang Square Mall, 11-13 Desember 2015.
     
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumsel Hamid Ponco Wibowo pada sambutan membuka kegiatan yang dihadiri Wakil Gubernur Sumsel Ishak Mekki mengatakan, ajang ini merupakan kesempatan bagi kalangan perbankan untuk mempromosikan beragam produk dan layanan, terutama dalam mendorong transaksi nontunai.
     
Seperti diketahui, BI sejak lama sudah mendengungkan masyarakat dunia tanpa menggunakan uang tunai (less cash society/LCS) sejak 2006, dan Gerakan Nasional Nontunai (GNNT) pada 14 Agustus 2014. 
     
"Kesadaran melakukan pembayaran atau bertransaksi secara nontunai harus terus dibangkitkan melalui berbagai upaya, salah satunya melalui Sumsel Expo ini," kata Hamid.
     
Pada acara ini, masyarakat didorong untuk melakukan transaksi nontunai dengan cara menggnakan kartu melalui stand di ministore maupun di kawasan mal.
     
Kemudian, bagi masyarakat yang melakukan transaski nontunai di merchant dengan transaksi minimal Rp100.000 maka struk belanjanya dapat ditukarkan di stand informasi untuk mendapatkan kupon yang nantinya akan diundi dengan hadiah sepeda motor.
     
Salah seorang pengunjung, Laila Muqmiroh (34), warga Jalan Ariodillah Palembang yang dijumpai di salah satu stand expo, mengatakan, selama ini sudah akrab dengan kartu debit tapi untuk belanja makanan dan minuman terbilang masih awam. 
     
"Sepertinya memang harus dipaksa, jadi mau pakai kartu. Selama ini jika ada uang tunai pasti bayar pakai uang tunai. Apalagi buat sekadar makan atau minum," kata Laila yang memiliki empat kartu ATM dari bank yang berbeda.
     
Tingginya jumlah penggunaan uang untuk transaksi tunai ini mendorong Bank Indonesia secara terus menerus mensosialisasikan ke masyarakat mengenai penggunaan alat pembayaran berbasis kartu.
     
Penggunaan alat pembayaran nontunai di Indonesia terbilang masih rendah jika dibandingkan negara lain di Asia karena dipengaruhi oleh budaya.
     
Berdasarkan hasil survei Bank Indonesia pada 2013, sebagian besar masyarakat Indonesia ingin melihat barang terlebih dahulu sebelum membayar.
     
Dari rentan poin 1-100, jumlah transaksi tunai mencapai 84,1 atau sudah bisa diturunkan dari 95,5 jika dibandingkan 2012, kemudian pemakaian kartu debit meningkat dari 2,5 menjadi 5,4 poin, lalu kartu kredit dari 1,6 menjadi 9,9 poin. Sementara, penggunaan e-money relatif stabil di kisaran 0,3 poin, dan voucer dari 0,1 menjadi 0,4 poin.
     
Tren
     
Tren global saat ini mengarah ke penggunaan uang nontunai atau pembayaran dalam bentuk elektronik. 
     
Namun, disayangkan, Indonesia bisa digolongkan kurang ekspansif jika menggunakan jumlah populasi sebanyak 270 juta jiwa sebagai indikator.
     
Sebagai contoh, di Australia, porsi pembayaran dengan uang tunai dibandingkan total transaksi pembayaran menurun dari 73 persen pada 2005 menjadi 59 persen pada 2013. 
     
Porsi ini diperkirakan akan terus turun hingga menjadi 43 persen pada 2018, atau berkurang rata-rata 3 persen per tahun.
     
Meski penggunaan uang elektronik di masyarakat masih rendah, tapi hasil positif justru dituai perbankan di era kemajuan teknologi saat ini dalam penggunaan transaksi berbasis kartu dan digital (internet banking/sms banking) semakin digemari masyarakat kalangan menengah ke atas.
     
Kepala Kantor Wilayah II Bank Mandiri Palembang Kuki Kadarisman mengatakan transaksi nontunai di Bank Mandiri telah mencapai 85 persen dari keseluruhan pembayaran sejak perusahaan fokus membangun infrastruktur berbasis digital dan internet pada 2005.
     
Menurutnya, keinginan masyarakat untuk bertransaksi nontunai ini semakin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi yang memudahkan masyarakat dalam mengases internet.
     
"Transaksi melalu anjungan tunai mandiri (ATM), sms banking, dan internet banking saat ini yang mendominasi karena secara sadar atau tidak sadar, nasabah digiring untuk menggunakannya untuk mengikuti kemajuan zaman," kata Kuki.
     
Ia menambahkan, dari capaian hingga 85 persen itu, Kuki tidak menampik bahwa terselip juga persentase dari penggunaan uang elektronik.
     
Bank Mandiri telah menerbitkan uang elektronik (e-money) dengan batas maksimal saldo Rp1 juta yang bisa digunakan oleh siapa pun tanpa perlu menjadi nasabah karena dijual secara umum.
     
Penyebaran e-money ini cukup masif dilakukan Bank Mandiri di wilayah II dengan memaksimalkan kinerja 207 kantor cabang yang tersebar di Palembang, Bengkulu, Padang, Jambi, Lampung, dan Pangkal Pinang dalam upaya mendukung program BI dalam GNNT yang diluncurkan pada 2014.
     
"Biaya pembuatan uang tunai demikian mahal, sementara di satu sisi kebutuhan akan uang kertas justru semakin meningkat. Ini membutuhkan upaya terus menerus dari pemerintah dan kalangan perbankan untuk menekannya, karena Bank Mandiri saja mengalokasikan Rp16 untuk biaya pemeliharaan uang per lembarnya," kata Kuki.
     
Ia menambahkan, Mandiri melalui sistem e-channel saat ini telah memiliki 1.600 jaringan atm dan 1.6775 unit digital panel meter untuk layanan uang elektronik yang disebar diseluruh mitra merchant.
     
"Ke depan, jumlah merchant yang akan ditambah, jadi tidak terbatas pada minimarket dan pasar modern saja sehingga serapan penggunaan uang elektronik akan lebih luas," ujar dia.
     
Dalam beberapa tahun terakhir, masyarakat mulai memanfaatkan instrumen uang elektronik (e-money) untuk pembayaran yang bersifat mikro.
     
Semenjak e-ticketing untuk TransJakarta diberlakukan pada tahun lalu, masyarakat mulai mengenal dan terbiasa menggunakan dana nontunai berbasis uang elektronik ini karena lebih simpel, mudah, cepat, dan aman.
     
Kartu pintar yang kini semakin populer ini bisa digunakan untuk berbelanja di super market, membeli BBM, membeli pulsa, membayar taksi, hingga membayar tarif tol.
     
Sejumlah perbankan pun memanfaatkan momen ini,  termasuk kalangan  operator telekomunikasi yakni Telkomsel, Indosat dan XL Axiata juga meluncurkan produk serupa.
     
E-money yang setara dengan pembayaran digital ini membuat penggunanya menyimpan uang dalam jumlah relatif kecil pada kartu pembayaran atau kartu pintar, yang kemudian dapat digunakan untuk melakukan pembayaran kecil. 
     
Alhasil, tren penggunaan uang elektronik ini terus bertumbuh meski harus diakui serapannya masih rendah. 
     
Jumlah uang elektronik yang beredar sudah mencapai 43 juta instrumen dengan volume transaksi sekitar 450 juta kali transaksi. Nilai transaksinya mencapai Rp 4,3 triliun. Sampai dengan Oktober 2015, volume transaksi uang elektronik naik 121 persen. 
     
Lantas, mengapa pertumbuhan transaksi nontunai di Indonesia demikian lambat meski sudah masif dilakukan kalangan perbankan sejak 2008.
     
Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VII Sumatera Selatan dan Bangka Belitung Salendra mengatakan, faktor budaya menjadi kendala terbesar mengapa alat pembayaran non tunai masih rendah penetrasinya di masyarakat.
     
"Budaya seperti membagi-bagikan uang tunai saat Lebaran, hingga merasa lebih gagah jika ada uang tunai di dompet jika dibandingkan kartu, merupakan gambaran nyata betapa uang dalam bentuk fisik masih menjadi primadona di masyarakat," kata dia.
     
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumsel Hamid Ponco Wibowo menambahkan, selain itu, rendahnya akses masyarakat ke bank juga ditengai menjadi salah satu penyebabnya. 

Di Sumsel tercatat, sebanyak 64 persen penduduk belum mengakses layanan perbankan.

"Di negara-negara maju, transaksi nontunai lebih kepada alasan efisiensi, kecepatan, kenyamanan, dan keamanan. Sementara di negara-negara berkembang dianggap sebagai upaya melakukan inklusi keuangan, karena memang akses masyarakat ke bank masih tergolong rendah," kata dia.

Keadaan ini secara otomatis menunjukkan betapa masih dominannya transaksi tunai di Indonesia yang bermuara pada tingginya permintaan terhadap uang kartal sebagai alat pembayaran. Untuk itu, masyarakat perlu didorong, dan jika perlu "dipaksa".