Presiden minta pengambilalihan navigasi yang dikelola Singapura-Malaysia

id presiden jokowi, presiden ri, navigasi, blok abc, Menteri Perhubungan, Iqnatius Jonan, Panglima TNI, Gatot Nurmantyo

Presiden minta pengambilalihan navigasi yang dikelola Singapura-Malaysia

Presiden RI Joko Widodo (ANTARA FOTO)

Jakarta, (ANTARA Sumsel) - Presiden Joko Widodo meminta untuk mempersiapkan peralatan yang lebih baik guna mempersiapkan pengambilalihan pengelolaan navigasi (Flight Informtion Ragion/FIR) blok ABC yang selama ini dikelola oleh Singapura dan Malaysia.

"Saran Presiden untuk mempersiapkan peralatan-peralatan yang lebih baik, sehingga ruang udara kita semuanya dapat dikelola sendiri," kata Menteri Perhubungan Iqnatius Jonan saat konferensi pers hasil Rapat Terbatas di Kantor Kepresidenan Jakarta, Selasa.

Jonan mengatakan selama ini FIR Blok ABC, yakni udara di atas Pulau Natuna berbatasan dengan Singapura, Semananjung Malaka hingga ke timur perbatasan Kalimanat Utara dengan Malaysia, masih dikelola Singapura dan Malaysia.

"Persiapannya 3-4 tahun, kita juga akan bicara dengan Singapara dan Malaysia. Kalau kita sudah siap akan ada pengalihan, mudah-mudahan berjalan dengan baik," ucap Jonan.

Panglima TNI Gatot Nurmantyo mengatakan berdasarkan Annex 11 ayat 2 pasal 1 bahwa FIR diberikan kepada negara lain boleh, namun hanya terbatas operasional pengadilan navigasi udara.

"Singapura menentukan 'danger area' dan hanya untuk keselamatan, tidak boleh untuk melakukan militer," tutur Gatot.

Panglima TNI mengingatkan jika sudah melakukan latihan militer tanpa izin Indonesia, maka sudah melanggar Annex karena tidak ada kaitannya dengan kedaulatan.

"Untuk itu TNI tetap mengadakan pengamanan, patroli apabila ada pesawat militer lewat di situ untuk latihan tugas untuk mengingatkan dan mengusir dari tempat," tegasnya.

Dalam Ratas, Gatot juga melaporkan bahwa ada perjanjian yang awalnya penggunaan militer area yang selesai 2007 dan kemudian diganti dengan DCA pada 2009.

Panglima TNI mengatakan bahwa DCA tersebut ditandatangani Menhan Juwono Sudarsono, tetapi ada pasal 10 yang menyatakan perjanjian internasional harus diratifikasi oleh DPR.

"Dan DPR belum menyetujui, sehingga 'DCA alfa 1 alfa 2 bravo' tidak berlaku dan masih wilayah Indonesia, sehingga pesawat-pesawat tempur AU tidak ada klausul untuk laporan ke Singapura. Ini yang kami tegaskan karena ada kerancuan," tegas Gatot.