Aditya merajut asa kembali ukir prestasi

id aditya harry sasongko, tenis indonesia, petenis nasional, tenis issf, issf 2015, issf palembang

Aditya merajut asa kembali ukir prestasi

Aditya Harry Sasongko turun pada nomor tunggal semifinal beregu putra Turnamen Tenis ISSF 2015 di Palembang, Senin. (Foto Antarasumsel.com/15/Feny Selly)

...Saya berambisi meraih emas kembali, ini penting, bukan saja bagi Indonesia tapi juga bagi sejarah karier di tenis...
Aditya Harry Sasangko, petenis muda peraih medali emas nomor beregu SEA Games XXVI di Palembang tahun 2011 berambisi mengulang sukses saat memperkuat Timnas pada ajang serupa di Singapura, Juni mendatang.

Petenis berusia 23 tahun ini menyatakan tertantang untuk kembali mempersembahkan medali emas bagi Tanah Air meski terjadi perubahan komposisi tim dibandingkan empat tahun lalu.

Setelah tenis tidak dipertandingkan pada SEA Games Myanmar 2013, Aditya kini bergabung kembali dalam Timnas putra bersama Christopher Rungkat, Sunu Wahyu, dan David Agung Susanto yang ditargetkan mempertahankan medali emas nomor beregu putra.

"Saya berambisi meraih emas kembali, ini penting, bukan saja bagi Indonesia tapi juga bagi sejarah karier di tenis. Saya tidak tahu, apakah pada SEA Games berikutnya saya akan diturunkan lagi atau tidak, karena saat ini sudah banyak yang bagus," katanya dijumpai di sela-sela Turnamen Tenis Negara-Negara Islam ISSF 2015 di Palembang, Senin (11/5).

Untuk mencapai targetnya itu, Adit, sapaan akrabnya, menyatakan sangat fokus menjalani program latihan yang diberikan pelatih sejak bergabung di Pemusatan Latihan Nasional pada awal tahun ini.

"Sejak awal saya bertekat siap menjadi tumpuan tim, baik sektor tunggal maupun ganda. Tapi, semua terserah pelatih, jika pun tidak diberikan kepercayaan, bagi saya yang terpenting adalah kemenangan tim," kata atlet yang dibesarkan di Jakarta ini.

Sejak awal tahun, putra pertama dari tiga bersaudara ini nyaris tidak ada kesempatan untuk santai karena padatnya jadwal kompetisi yang harus diikuti bersama tim.

Ia harus berjuang pada babak penyisihan Grup II zona Asia/Ocenia Piala Davis di Palembang (6-8 Maret), kemudian mengikuti tiga tur pertandingan future secara beruntun, yakni Turnamen Tarakan Terbuka di Kalimantan Utara (31 Maret-5 April), Turnamen Wali Kota Tegal (6-12 April), dan Turnamen Mens Future III di Jakarta (13-19 April).

Saat ini, ia memperkuat Timnas mengikuti Turnamen Tenis ISSF di Palembang (10-18 Mei 2015) yang menjadi uji coba terakhir sebelum SEA Game Singapura.

Dari kompetisi yang diikuti itu, David menuai hasil yang cukup positif yakni meloloskan Timnas ke babak kedua Piala Davis.

Kemudian, pada Tarakan Open menembus babak delapan besar, Wali Kota Tegal berhasil ke babak final nomor ganda putra, dan di Mens Future III Jakarta sampai ke babak kedua.

Berdasarkan hasil uji cobanya itu, Adit menuai buah manis karena kembali mendapatkan peringkat dunia setelah sempat terlempar sejak tahun 2014 lantaran absen dari kompetisi agenda ITF.

Ketika itu, ia mengaku sempat sedih karena menjadi atlet nasional yang tidak memiliki peringkat dunia.

"Dari hasil uji coba yang berat ini akhirnya saya mendapatkan rangking Internasional Tenis Federation (ITF) dan masuk peringkat 1.400 dunia, tepatnya 1.432 dunia pada pekan ini," kata atlet dengan tinggi 179 cm dan berat 69 kg ini.

Secara penampilan fisik, teknik, dan mental, Adit merasa semakin meningkat dan mampu bersinergi dengan kualitas rekan-rekannya sesama tim.

Menurutnya, keadaan ini semakin membuka peluang Indonesia untuk mempertahankan medali nomor beregu putra.

Bagi Adit, kekompakan tim menjadi modal utama untuk unggul di sektor beregu meski Timnas Indonesia menjadi unggulan kedua atau tepat di bawah Thailand.

"Jika melihat kondisi tim saat ini, saya sangat optimitis sekali karena sudah ada kedekatan emosional yang cukup mendalam sehingga siapa pun yang akan dipilih pelatih, sejatinya tidak akan terbebani karena mendapatkan dukungan penuh dari tim," kata dia.

Jajal Pro

Adit mulai mengenai tenis sejak sekolah dasar, ketika berusia delapan tahun berkat ajakan sang ayah tercinta yang menggemari tenis sejak lama.

Meski fokus pada tenis, tapi Adit tidak melupakan pendidikan. Belum lama ini, ia menyelesaikan pendidikan strata 1 Fakultas Hukum di Universitas Janabadra, Yogyakarta.

Atlet muda ini berharap, pascameraih gelar ini, ia dapat kembali mengejar karier tenis profesional yang sempat ditinggalkan karena terkendala biaya dan kesibukan di bangku kuliah.

"Saya sempat menembus peringkat 1.400 seperti yang dicapai saat ini. Kini saya kembali meraih peringkat yang hilang itu, dan berharap dapat terus berkarier di profesional," kata putra pasangan Sri Unhari dan Suhari ini.

Namun, petenis kidal ini tidak menyangkal, kembali ke jalur profesional bukanlah perkara mudah karena dibutuhkan dana berkisar Rp500 juta hingga Rp1 miliar untuk menjalani tur selama satu musim kompetisi.

Akan tetapi, Adit tetap optimitis bakal mendapatkan bantuan dari klubnya di Bantul dan sejumlah sponsor dari kalangan swasta.

"Saya yakin ada jalan," ujar Adit lirih.

Sementara itu, Pelatih Timnas Indonesia Roy Therik mengatakan Adit merupakan sosok yang membangun tim karena kepiawaiannya dalam beradaptasi dengan rekan-rekannya.

"Adit kalau bermain rapi, begitu pula ketika berteman. Selain itu, ia sosok yang berkomitmen, ketika diperintahkan pelatih maka ia merasa itu bukan perintah tapi suatu tantangan," kata dia Roy.

Ucapan Roy ini dibuktikan Adit ketika mengalahkan wakil Syria Makzoume Yacoub 2-0 (6-0, 6-0) pada semifinal nomor beregu putra Turnamen Tenis ISSF 2015 di Palembang, Senin.

Petenis yang menjadi tunggal pertama Indonesia pada ajang tenis negara-negara Islam ini memetik kemenangan dengan mudah dari lawannya yang terbilang junior dan minim jam terbang.

Pelatih Timnas Indonesia Roy Therik mengatakan kemenangan Aditya ini terbilang wajar karena lawan yang dihadapi tertinggal kelas dan kualitas, serta tidak masuk dalam daftar rangking ITF ini.

Meski demikian, pertandingan tetap penting bagi Aditya yang ditargetkan bersama tim meraih emas di SEA Games Singapura.

"Turnamen ini adalah kesempatan untuk membangun tim. Meski kelihatan mudah, tapi sebenarnya tidaklah mudah karena ini bermain beregu, ada beban mental sendiri bagi atlet yang turun," kata Roy.