Asosiasi sekolah penerbang minta pajak beli pesawat ditinjau

id penerbang, pilot, pesawat

Asosiasi sekolah penerbang minta pajak beli pesawat ditinjau

Pesawat yang digunakan siswa penerbang untuk berlatih. (ANTARA FOTO)

...Pemerintah harus menunjang ulang karena ini kepentingannya untuk sekolah, bukan untuk komersial...
Palembang (ANTARA Sumsel) - Asosiasi Pendidikan Penerbangan Indonesia meminta pemerintah meninjau ulang peraturan mengenai pajak barang mewah pembelian pesawat latih pribadi yang mencapai 67 persen dari harga jual normal.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pendidikan Penerbangan Indonesia (APPI) Cheppy Nasution di Palembang, Jumat, mengatakan bahwa peraturan itu telah menganjal pertumbuhan sekolah penerbang di Indonesia karena hingga kini hanya tercatat berjumlah 24 buah.

"Pemerintah harus menunjang ulang karena ini kepentingannya untuk sekolah, bukan untuk komersial, atau kepentingan untuk membeli pesawat yang akan digunakan secara pribadi (masuk barang mewah)," kata Chepy.

Dengan diberikan kelonggaran dari sisi pajak, kata dia, pemerintah akan menumbuhkan semangat para pelaku dirgantara untuk membuka sekolah penerbang yang investasi masih tergolong tinggi, yakni berkisar Rp70 miliar.  
   
"Hampir 80 persen investasi sekolah penerbangan dialokasikan untuk pembelian pesawat. Jika pajaknya bisa diturunkan, bisa turun juga sekitar 50 persen," kata dia.

Menurut dia, pemerintah harus mempertimbangkan saran dari APPI ini mengingat pasar tenaga kerja pilot di Indonesia hampir 90 persen dikuasai warga negara asing (WNA).

Indonesia membutuhkan 600 pilot setiap tahun. Namun, disayangkan hampir 90 persen diserap oleh pilot WNA.

Kedatangan para pilot asing ini dilatari berbagai motif, salah satunya karena ingin mengejar rating jam terbang mengingat untuk menerbangkan pesawat komersial jenis Boing diharuskan memiliki 1.500 jam terbang.

"Kebutuhan akan pilot demikian tinggi, tetapi tidak dapat dipenuhi oleh negeri sendiri, jelas ini merugikan sekali di tengah pertumbuhan industri penerbangan yang mencapai 11 persen per tahun," kata instruktur penerbang ini.

Ia mencontohkan jika maskapai penerbangan Lion Air membeli 300 unit pesawat Airbus, artinya dibutuhkan 300 orang pilot beserta kru sekitar 3000 orang karena setiap pesawat ada 10 orang kru.

"Kebutuhan maskapai penerbang ini sejatinya dapat diserap oleh pilot dalam negeri asalkan biaya untuk mencetak pilot tidak semahal seperti saat ini yakni sekitar 65.000 dolar Amerika Serikat," kata dia.

Tak hanya dari sisi pajak, dia juga menyoroti aturan pemerintah yang mengharuskan pilot warga negara Indonesia harus mengantongi izin "security clearance" TNI Angkatan Udara ketika menerabangkan pesawat di wilayah Indonesia.

"Bolehlah jika diterapkan kepada pilot asing, ini kan pilot warga negara Indonesia. Rasanya janggal di negara sendiri mesti izin," kata dia.