Penyidikan kasus BG tetap dilanjutkan meski saksi mangkir

id kpk, penyidikan kasus bg, calon kapolri, kasus rekening gendut pejabat polri, polisi

Penyidikan kasus BG tetap dilanjutkan meski saksi mangkir

Bambang Widjojanto (ANTARA FOTO)

...Tapi yang saya ingin kasih jaminan, kita akan ikuti tahapan sesuai dengan prosedur kalau nanti harus diperiksa lebih lanjut, kita akan ikuti...
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Komisi Pemberantasan Korupsi tetap melanjutkan penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan, meski banyak saksi yang dipanggil tidak memenuhi panggilan pemeriksaan (mangkir).
       
"Tapi yang saya ingin kasih jaminan, kita akan ikuti tahapan sesuai dengan prosedur kalau nanti harus diperiksa lebih lanjut, kita akan ikuti," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di Gedung KPK Jakarta, Rabu dini hari.
       
Sudah ada tujuh orang saksi yang dipanggil dalam kasus ini, kebanyakan adalah polisi aktif yaitu Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum (Karorenmin Itwasum) Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto.
      
Mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Timur; Wakil Kepala Polres Jombang Komisaris Polisi Sumardji; Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan dan Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu.
       
Hanya Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan KPK pada 19 Januari 2015 lalu.
       
"Begini, Presiden Jokowi kan sudah menjamin proses ini akan dilakukan secara akuntabel, artinya juga akan menjamin bahwa siapapun yang terlibat dalam kasus ini harus konsisten, sama seperti saya, datang. Jadi saya ingin menunjukkan sebagai penegak hukum harus konsisten, kalau penegak hukum tak konsisten, apa itu," tambah Bambang.
       
Keterangan saksi menurut Bambang memang dibutuhkan sebagai alat bukti.
       
"Alat bukti kan salah satunya keterangan saksi. Dalam hukum acara ada mekanismenya," ungkap Bambang.
       
Lebih lanjut, menurut Bambang, pihak Polri seharusnya mendukung terungkapnya kasus ini karena Budi Gunawan diduga menggunakan kewenangannya sebagai petinggi Polri untuk kepentingannya sendiri.
       
"BG (Budi Gunawan) juga melakukan tidak pidana dengan menggunakan kewenangannya untuk kepentingannya sendiri. Itu tidak berkaitan dengan institusi, sehingga kepentingan institusi untuk masuk dalam perkara ini sebetulnya tidak ada," tegas Bambang.
       
Artinya, tidak ada alasan bila Polri tidak mendukung pengungkapan kasus ini termasuk dengan tidak menghadirkan jajarannya sebagai saksi di KPK.
       
"Karena dia (Budi Gunawan) menggunakan kewenangannya untuk kepentingan diri sendiri. Kalau kejernihan dalam melihat masalah ini bisa dikemukakan dengan baik maka sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak mengikuti aturan hukum, apa lagi Presiden sudah mengatakan ikuti aturan hukum. Saya percaya kok sama Presiden," ungkap Bambang.
       
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
       
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
       
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya. Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.