Pengamat sependapat: Pemilu Sumsel bobrok

id joko siswanti, pengamat unsri, joko siswanto

Pengamat sependapat: Pemilu Sumsel bobrok

Djoko Siswanto (Foto Antarasumsel.com/Dolly)

Palembang (ANTARA Sumsel) - Pengamat Politik dari Universitas Sriwijaya Joko Siswanto sependapat dengan pernyataan anggota DPR RI asal Sumatera Selatan Ahmad Yani yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu legislatif di daerah pemilihannya tergolong bobrok.

"Saya setuju sekali jika dikatakan Pemilu Legislatif di Sumsel itu bobrok. Mengapa mengatakan demikian, karena sejumlah indikator memang mengarah ke sana," kata Joko di Palembang, Rabu, ketika diminta tanggapan seputar pernyataan anggota DPR RI tersebut dalam acara bincang-bincang di sebuah televisi swasta nasional belum lama ini.

Ia mengemukakan, beberapa indikator kebobrokan itu, seperti terjadinya pemilihan umum ulang di 11 Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Palembang, pada 15 April.

Kemudian, terjadi politik uang yang demikian masif dan nyata di tengah-tengah masyarakat yang turut melibatkan petugas dari tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).

"Hal ini terbukti dengan tertangkapnya Ketua PPK yang menyimpan surat suara di hotel yang diduga berniat menggelembungkan suara. Artinya, ada suatu tindakan pidana di sini yang juga dapat dijadikan indakasi ketidakbaikan," ujarnya.

Selain itu, indikasi lainnya yakni molornya rekapitulasi penghitungan surat suara.

"Molornya penghitungan ini juga patut dipertanyakan, meski pada tingkat pusat dibatasi hingga 9 Mei 2014. Lantas, mengapa meski menunggu batas akhir, mengapa tidak diselesaikan saja sesegera mungkin," katanya.

Ia menilai, kebobrokan ini bukan disebabkan sistem tapi berkaitan erat dengan pelaku atau orang yang diberikan wewenang melaksanakannya.

Lantaran itu, ia mempertanyakan integritas para panitia pelaksana pemilu dan anggota KPU.

"Sejak awal harusnya dibuat suatu fakta integritas bahwa jika kedapatan melakukan pelanggaran harus siap diberhentikan atau diberikan saksi hukum yang tegas. Sementara bagi calon legislatif yang kedapatan melakukan permainan dapat saja dihilangkan hak mencalonkan dan memberikan suara pada pemilu mendatang," ujarnya.

Ia menilai, dalam permasalahan ini, masyarakat juga turut berperan karena mau menerima uang pemberian dari oknum calon legislatif.

"Seharusnya, masyarakat juga berperan aktif dalam menjaga tatanan, jika masyarakat tidak mau menerima uang, tentunya politik uang tidak akan ada. Demikian juga dengan caleg, jika merasa ada kecurangan maka harus menggugat ke Mahkamah Konstitusi dengan disertakan bukti-bukti yang kuat," ujarnya.

Selain itu, ia juga mengamati, Bawaslu Sumsel juga tidak berperan aktif dalam menjaga tatanan demokrasi tersebut.

"Bawaslu harusnya berbuat jika mendapati suatu kecurangan, jangan seperti harimau ompong begini," kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unsri ini.