Senjatamu harimaumu

id senjata api, penembakan, senjata

Senjatamu harimaumu

Ilustrasi (Antarasumsel.com/Grafis/Aw)

Palu (ANTARA Sumsel) - Usai mengikuti upacara bendera 17 Agustus 2013, Briptu M Rifandi bergegas ke sebuah warung makan di sekitar Teluk Lalong, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Anggota Polres Banggai itu merasa harus mengisi perutnya sebelum bertugas menjaga keamanan sebuah bank di Luwuk, Ibu Kota Kabupaten Banggai.

Di warung milik Pak Mudin, sekitar pukul 10.20 WITA, Rifandi menyantap mi instan dengan lauk telur. Saat bersantap, di sebelahnya ada Idris Daud, yang tidak lain adalah paman Rifandi.

Rifandi kemudian meletakkan senjatanya di atas meja karena mungkin saja ia merasa aman mengingat di sebelahnya adalah paman sendiri.

Senjata laras panjang berjenis SS V2 itu telah dicopot magasinnya guna menghindari hal-hal yang tak diinginkan.

Anggota Sabara Polres Banggai itu tidak menyadari kalau pamannya sedang terpengaruh minuman keras.

Saat sedang menikmati sarapan, tiba-tiba Idris mengambil senjata yang tergeletak dan mengarahkan moncong senapan ke perutnya. Saat itu Idris diduga sedang bermain-main karena menduga senjata tersebut tak berisikan peluru.

Melihat itu, Rifandi mencoba merebut senjata miliknya hingga terjadi aksi saling tarik-menarik. Saat rebutan senjata itulah tiba-tiba terjadi letusan, Idrus pun jatuh tersungkur di tanah.

Sebuah luka menganga menembus perut Idrus sebelah kiri, darah mengucur deras.

Pria berusia 54 tahun itu kemudian dilarikan ke rumah sakit terdekat. Idrus sempat mendapat perawatan, namun beberapa saat kemudian nyawanya tak tertolong lagi. HUT ke-68 RI itu ternoda dengan tewasnya seorang warga terkena tembakan senjata milik polisi.

Tak disangka, senapan yang tidak terpasang magasin itu mampu menewaskan seseorang. Ternyata, peluru yang masih tersisa di dalam senjata itulah yang merenggut nyawa Idris. Tragis.

Tragedi yang menimpa Idris mirip kejadian yang dialami Aknir, istri Brigadir Hendra, anggota Polres Donggala pada 16 Juli 2013.

Insiden penembakan itu terjadi sekitar pukul 18.15 WITA di rumah korban di Perumahan Himalaya Garden, Kelurahan Tinggede, Kabupaten Sigi.

Kedua pasangan suami istri itu awalnya keluar rumah naik sepeda motor sekitar pukul 17.00 WITA.

Menjelang shalat Maghrib, mereka pulang dan tidur-tiduran di kamar sambil menunggu saat berbuka puasa hingga akhirnya terjadi pertengkaran yang berujung maut.

Pertengkaran itu disebabkan karena ada wanita idaman lain yang memiliki hubungan khusus dengan Hendra.

Hendra diduga menembak istrinya saat terjadi perebutan pistol. Dia diduga juga lalai menyimpan senjatanya sehingga menyebabkan kematian.

Korban bernama Aknir mengalami luka tembak di perut dan tembus ke lengan, dan dinyatakan tewas di rumah sakit.

Beranjak ke kasus sebelumnya. Pada Juni 2012, seorang anggota Polda Sulawesi Tengah, Briptu Irwan Patula, yang tinggal di kamar kos sedang bermain pistol dengan cara memutar-mutarkannya di jari telunjuk. Di dalam kamar kos itu juga terdapat ada Bripda Patriot.

Tatkala sedang asik bermain, senjata revolver itu meletus dan pelurunya mengenai betis Patriot yang juga rekan sejawat Irwan di Polda Sulawesi Tengah.

Patriot harus mendapatkan perawatan di RS Bhayangkara Palu akibat kelalaian rekannya yang berakibat fatal.

Sementara itu, pada April 2011, seorang murid kelas VI SDN Birobuli Kota Palu nekad mengambil pistol ayahnya yang seorang perwira polisi.

Senjata api yang sebelumnya disimpan di dalam lemari itu kemudian dibawa ke sekolah untuk digunakan sebagai alat mainan. Pistol yang sebenarnya buka alat mainan itu akhirnya menyebabkan kematian.

Teman satu kelas anak polisi tewas tertembus timah panas.

Perketat Izin
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Perwakilan Sulawesi Tengah meminta petinggi kepolisian setempat untuk memperketat penggunaan senjata api menyusul tertembaknya warga Kabupaten Banggai beberapa waktu lalu.

"Polisi pengguna senjata api harus sehat secara psikologi sehingga tidak membahayakan orang lain," kata Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah Dedi Askary.

Dia juga menilai pengawasan Polda Sulawesi Tengah terhadap pemegang senjata api lemah karena selama dua bulan terakhir terdapat dua insiden tertembaknya dua warga oleh senjata polisi.

 "Sudah dua kali kejadian, dan ini jangan dianggap remeh," katanya.

Menurutnya polisi seharusnya menjadi pelindung masyarakat bukan membahayakan keselamatan warga meski insiden tertembaknya warga sipil itu dianggap kecelakaan atau kelalaian.

Polda Sulawesi Tengah akan lebih selektif memberikan izin penggunaan senjata api kepada anggotanya terkait adanya sejumlah kasus kelalaian aparat menjaga senjatanya hingga menyebabkan orang lain tewas.

Kepala Bidang Humas Polda Sulawesi Tengah AKBP Soemarno mengatakan pengetatan izin itu berdasarkan hasil tes psikologi, ujian menembak, serta tes administrasi guna mengetahui calon pengguna senjata api itu mengetahui tata cara pemakaian dan penyimpanannya.

"Jadi tidak ada rekayasa hasil ujian psikologi sehingga polisi pemegang senjata api benar-benar paham fungsi senjata," katanya.

Selain itu, ujian menembak juga sangat memengaruhi sikap dan keterampilan calon pengguna senjata api.

"Jadi anggota Polri yang menembak serampangan saat ujian tidak diizinkan memegang senjata karena bisa membahayakan orang lain," kata Soemarno.

Pemberian izin penggunaan senjata api secara lebih ketat itu diharapkan bisa mengurangi kelalaian anggota polri dalam menjaga senjatanya.

Jangan sampai senjata api yang berfungsi pelindung diri dan masyarakat itu justru melukai masyarakat. Layaknya harimau, senjata api jika dijaga dan disimpan di tempat yang aman maka tidak akan berbahaya. Sebaliknya, jika senjata api terlepas atau berada di tempat yang tak tepat maka akan membahayakan orang lain atau diri sendiri.