Hatta: jangan ada unsur spekulasi dalam sektor properti

id spekulasi, properti, hatta rajasa

Hatta: jangan  ada unsur spekulasi dalam sektor properti

Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyerahkan sertifikat hak atas tanah di Palembang. (Foto Antarasumsel.com/13/Feny Selly/Aw)

...Masyarakat banyak yang belum punya rumah, tapi mereka kehilangan peluang karena ada orang yang beli rumah kelima sampai ke-12..
Jakarta (ANTARA Sumsel) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengimbau agar tidak ada unsur spekulasi dalam sektor properti yang harganya melambung tinggi.
        
"Khusus untuk properti, Bank Indonesia sudah mengeluarkan aturan, yang penting jangan sampai menjadi unsur spekulasi," kata Hatta usai rapat koordinasi stabilisasi harga pangan di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu.
        
Menurut dia harus ada aturan mekanisme pasar agar tidak terjadi penggelembungan harga properti (bubble).
        
"Masyarakat banyak yang belum punya rumah, tapi mereka kehilangan peluang karena ada orang yang beli rumah kelima sampai ke-12. Kalau dibiarkan spekulasi di mana-mana akhirnya banyak rumah tak berpenghuni," katanya.
        
Menurut Ekonom Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan "loan to value" (rasio nilai pinjaman dengan taksiran aset sebagai agunan) yang menggelembung karena banyaknya pembelian rumah secara tunai.
        
"Kenapa tunai? karena suku bunga deposito rendah. Jadi, orang-orang kaya daripada 'parkir' uang mereka di deposito hanya lima hingga enam persen, belum lagi pajak 20 persen, lebih baik beli properti yang kenaikannya 15 persen satu tahun," katanya.
        
Namun, dia menilai kondisi tersebut belum bisa dibilang berbahaya jika dilihat dari sisi ekonomi. "Tapi, kalau dilihat dari sisi politik, ini berbahaya," katanya.
        
Menurut dia "loan to value" (LTV) sebesar 30 persen sudah tepat untuk pembelian rumah kedua dan ketiga.
       
Fauzi mengatakan solusi agar LTV tidak semakin menggelembung, BI perlu menaikkan suku bunganya agar orang-orang menengah atas bisa menyimpan uangnya di perbankan.
        
"Biar orang-orang Indonesia yang kaya-kaya ini lebih cenderung 'memarkir' dana mereka di perbankan daripada memborong properti terus," katanya.