Kerajinan tangan narapidana lapas Malabero bisa bersaing

id kerajinan tangan, lapas

Bengkulu, (ANTARA News) - Hasil kerajinan tangan karya para narapidana di lembaga pemasyarakatan Malabero, Kota Bengkulu ternyata tidak kalah bersaing dengan karya pengrajin lainnya.

"Sangat layak bersaing, karena beberapa karya yang kami bawa ke luar kota mendapat sambutan cukup bagus," kata staf Bimbingan Kerja Lapas Kelas II A Kota Bengkulu Sumarno di Bengkulu, Sabtu.

Ia mengatakan hasil kerajinan tangan yang sebagian besar terbuat dari bahan bambu dan akar kayu kupung baru-baru ini dibawa ke Sea Games XXVI di Sumatra Selatan beberapa waktu lalu.

Hasil karya yang dipamerkan mendapat sambutan dari pembeli, terutama produk kotak rokok yang terbuat dari bambu.

"Ada pesanan hingga ribuan kotak rokok, tapi terpaksa kami tolak karena tidak sanggup memenuhi permintaan itu," katanya.

Berbagai jenis karya kerajinan tangan tertata rapi di ruang khusus pembinaan dan pembuatan kerajinan tersebut.

Selama ini kata dia, karya yang dibuat para narapidana tersebut sebagian juga untuk cinderamata jika Lapas Malabero kedatangan tamu atau acara tertentu.

Saat ini ada enam orang narapidana yang dilatih dan membuat langsung kerajinan tangan berbagai jenis antara lain ukiran satwa dari bahan akar kayu kupung, replika sepeda, pedati, dan cinderamata khas Bengkulu terbuat dari bambu.

Untuk cinderamata terdapat juga replika kapal tradisional hingga replika rumah Bung Karno yang ditempati selama menjalani pengasingan di Bengkulu.

Sedangkan karya yang sifatnya fungsional seperti nampan, asbak, tempat tisu, sendok dan tempat rokok yang  terbuat dari bahan bambu.

Sumarno mengatakan karya yang dibuat warga binaan tersebut juga menarik bagi pemilik toko penjual makanan dan kerajinan khas Bengkulu yang berada di Kelurahan Anggut.

"Tapi mereka meminta ada ciri khas Bengkulu dalam setiap produk, seperti replika bunga rafflesia dan lainnya, ini yang sedang kami upayakan," katanya.

Harga yang ditawarkan kata dia juga cukup murah seperti nampan Rp25 ribu, asbak Rp15 ribu, hingga harga tertinggi seperti pedati kuda Rp300 ribu dan rumah Bung Karno Rp800 ribu.

Salah seorang peserta pelatihan pembuatan kerajinan Ical mengatakan sudah enam bulan menekuni pembinaan dan pembuatan kerajinan tangan tersebut.

"Lumaya untuk menyalurkan bakat, mudah-mudahan nanti setelah keluar dari Lapas bisa membuka usaha," katanya.

Ical mengatakan, bahan baku dan minimnya peralatan menjadi kendala utama bagi mereka untuk mengembangkan karyanya.

Selain itu, waktu yang tersedia bagi peserta untuk berlatih dan membuat kerajinan hanya 3 jam per hari, hingga makan siang, selanjutnya kembali ke sel masing-masing.

"Kami berharap pelatihan seperti ini bisa ditingkatkan sehingga setelah keluar nanti kami punya keahlian," katanya.
(ANT-RNI)