Palembang (ANTARA) - PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) Refinery Unit (RU) III Plaju, Palembang membina masyarakat dalam mengembangkan kawasan perikanan terintegrasi di Sungai Gerong, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan.
"Kabupaten Banyuasin mempunyai potensi sektor perikanan yang besar, pembinaan kawasan perikanan terintegrasi di Sungai Gerong berkontribusi dalam keberhasilan budidaya ikan di daerah yang masuk dalam wilayah operasional kilang," kata Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI RU III Plaju, Siti Rachmi Indahsari, di Palembang, Jumat.
Menurut dia, keberhasilan Banyuasin dalam budidaya ikan terutama patin yang capaian produksinya di atas 100 ribu ton per tahun dalam tiga tahun terakhir membuat kabupaten tersebut saat ini menjadi penghasil ikan patin terbesar nomor dua di Sumsel setelah Kabupaten OKU Timur.
Keberhasilan Banyuasin dalam budidaya ikan patin itu menjadikan kabupaten tersebut mendapat perhatian pemerintah pusat dan PT Pertamina untuk terus mengembangkan potensi tersebut dan menjadi penghasil ikan patin nomor satu.
Berdasarkan data produksi ikan patin di Banyuasin pada 2021 mencapai 101 ribu ton, pada 2022 meningkat menjadi 103 ribu ton, dan pada 2023 menjadi 104 ribu ton.
Kontribusi produksi ikan patin yang cukup besar dari Kabupaten Banyuasin mengantarkan Sumsel sebagai provinsi dengan kontribusi tertinggi dalam produksi ikan patin tingkat nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar, dibutuhkan kebijakan, langkah dan upaya serius dari berbagai pihak untuk menjaga potensi besar Banyuasin dalam sektor perikanan, kata Rachmi.
Sementara Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin, Septi Fitri, menjelaskan bahwa 80 persen bentang alam kabupaten setempat merupakan perairan.
Kawasan perikanan terintegrasi di Kecamatan Banyuasin I, tepatnya di Desa Sungai Gerong yang dibina pihak Kilang Pertamina Plaju, merupakan sesuatu yang baru dan pertama di Kabupaten Banyuasin.
Proses budidaya ikan di kawasan itu terintegrasi secara "end-to-end" dari hulu ke hilir, dari pembenihan, pemrosesan, hingga penjualan.
Dalam kawasan tersebut tidak hanya menghasilkan ikan patin, karena kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di Sungai Gerong juga membudidayakan berbagai jenis ikan, baik ikan konsumsi seperti gurame, nila, lele, dan gabus, maupun ikan lokal khas wilayah Sumsel seperti sepat, betok, tembakang, dan jelawat.
“Ini baru yang pertama di Banyuasin, dari kawasan perikanan terintegrasi itu dapat dilakukan pemijahan, pembenihan, pembesaran sampai dengan pengolahan, merupakan suatu terobosan,” jelas Septi.
Mengenai kendala pembudidaya adalah tidak tercukupinya kebutuhan pakan ikan dan tingginya harga pakan yang berdampak pada margin usaha pembudidaya.
Pokdakan Barokah dan Tunas Makmur yang menggerakkan kawasan perikanan terintegrasi itu telah mengantisipasi dengan memproduksi berbagai jenis pakan yang dapat dibudidayakan secara mandiri, seperti pelet maggot menggunakan media limbah tempe Plaju Ulu, tumbuhan azolla, cacing sutera, dan kutu air.
"Maggot dikenal sebagai sumber protein tinggi yang dapat menekan penggunaan pelet pabrikan hingga 30 persen, sehingga membantu para pembudidaya mengurangi biaya pakan secara signifikan," ujar Kepala Dinas Perikanan Banyuasin.
"Kabupaten Banyuasin mempunyai potensi sektor perikanan yang besar, pembinaan kawasan perikanan terintegrasi di Sungai Gerong berkontribusi dalam keberhasilan budidaya ikan di daerah yang masuk dalam wilayah operasional kilang," kata Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI RU III Plaju, Siti Rachmi Indahsari, di Palembang, Jumat.
Menurut dia, keberhasilan Banyuasin dalam budidaya ikan terutama patin yang capaian produksinya di atas 100 ribu ton per tahun dalam tiga tahun terakhir membuat kabupaten tersebut saat ini menjadi penghasil ikan patin terbesar nomor dua di Sumsel setelah Kabupaten OKU Timur.
Keberhasilan Banyuasin dalam budidaya ikan patin itu menjadikan kabupaten tersebut mendapat perhatian pemerintah pusat dan PT Pertamina untuk terus mengembangkan potensi tersebut dan menjadi penghasil ikan patin nomor satu.
Berdasarkan data produksi ikan patin di Banyuasin pada 2021 mencapai 101 ribu ton, pada 2022 meningkat menjadi 103 ribu ton, dan pada 2023 menjadi 104 ribu ton.
Kontribusi produksi ikan patin yang cukup besar dari Kabupaten Banyuasin mengantarkan Sumsel sebagai provinsi dengan kontribusi tertinggi dalam produksi ikan patin tingkat nasional yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Untuk mencapai keberhasilan yang lebih besar, dibutuhkan kebijakan, langkah dan upaya serius dari berbagai pihak untuk menjaga potensi besar Banyuasin dalam sektor perikanan, kata Rachmi.
Sementara Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Banyuasin, Septi Fitri, menjelaskan bahwa 80 persen bentang alam kabupaten setempat merupakan perairan.
Kawasan perikanan terintegrasi di Kecamatan Banyuasin I, tepatnya di Desa Sungai Gerong yang dibina pihak Kilang Pertamina Plaju, merupakan sesuatu yang baru dan pertama di Kabupaten Banyuasin.
Proses budidaya ikan di kawasan itu terintegrasi secara "end-to-end" dari hulu ke hilir, dari pembenihan, pemrosesan, hingga penjualan.
Dalam kawasan tersebut tidak hanya menghasilkan ikan patin, karena kelompok pembudidaya ikan (Pokdakan) di Sungai Gerong juga membudidayakan berbagai jenis ikan, baik ikan konsumsi seperti gurame, nila, lele, dan gabus, maupun ikan lokal khas wilayah Sumsel seperti sepat, betok, tembakang, dan jelawat.
“Ini baru yang pertama di Banyuasin, dari kawasan perikanan terintegrasi itu dapat dilakukan pemijahan, pembenihan, pembesaran sampai dengan pengolahan, merupakan suatu terobosan,” jelas Septi.
Mengenai kendala pembudidaya adalah tidak tercukupinya kebutuhan pakan ikan dan tingginya harga pakan yang berdampak pada margin usaha pembudidaya.
Pokdakan Barokah dan Tunas Makmur yang menggerakkan kawasan perikanan terintegrasi itu telah mengantisipasi dengan memproduksi berbagai jenis pakan yang dapat dibudidayakan secara mandiri, seperti pelet maggot menggunakan media limbah tempe Plaju Ulu, tumbuhan azolla, cacing sutera, dan kutu air.
"Maggot dikenal sebagai sumber protein tinggi yang dapat menekan penggunaan pelet pabrikan hingga 30 persen, sehingga membantu para pembudidaya mengurangi biaya pakan secara signifikan," ujar Kepala Dinas Perikanan Banyuasin.